CampusNet – Kasus kekerasan di lingkungan sekolah mengalami lonjakan signifikan pada tahun 2024. Berdasarkan laporan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tercatat 573 kasus kekerasan sepanjang tahun. Meningkat lebih dari 100 persen daripada 2023, dengan 285 kasus.
Fenomena ini menunjukkan bahwa lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa, masih menghadapi tantangan serius.
Lonjakan Kasus Kekerasan di Tahun 2024
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebutkan bahwa 60 persen kasus kekerasan terjadi di sekolah umum, sementara sisanya tersebar di madrasah (16 persen) dan pesantren (20 persen). Fakta mengejutkan lainnya adalah tingginya keterlibatan guru sebagai pelaku, yaitu sebesar 43,9 persen, beserta pihak luar sekolah seperti senior atau masyarakat sebesar 39,8 persen, dan siswa sebesar 13 persen.
Sebaran dan Faktor Penyebab
Sebagian besar kasus terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan Jawa Timur mencatatkan 81 kasus, Jawa Barat (56), Jawa Tengah (45), Banten (32), dan Jakarta (30). Menurut Ubaid, tingginya angka di Jawa Timur penyebabnya oleh jumlah sekolah yang lebih banyak daripada daerah lain.
Peningkatan ini diduga pengaruh oleh berbagai faktor, termasuk rendahnya kesadaran akan pentingnya pendidikan karakter. Kurangnya pengawasan dari pihak sekolah, serta minimnya langkah pencegahan dari pemerintah.
Dampak dan Tindakan
Kasus kekerasan di sekolah dapat meninggalkan trauma jangka panjang pada korban, termasuk gangguan mental, penurunan prestasi akademik, dan bahkan keengganan untuk melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret, seperti memperketat pengawasan, memperkuat pendidikan karakter, dan memberikan pelatihan khusus kepada guru agar lebih memahami cara menangani konflik tanpa kekerasan.
Masyarakat juga dapat lebih aktif melaporkan kasus kekerasan dan mendukung korban agar mendapatkan bantuan. Dengan kolaborasi semua pihak, lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan.