Wacana Kampus Kelola Tambang: Pro dan Kontra dalam Revisi UU Minerba

Revisi UU Minerba

CampusNet – Isu pemberian izin usaha tambang kepada perguruan tinggi semakin menarik perhatian publik. Wacana ini tercantum dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba), yang menjadi sebagai usul inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna pada Kamis, 23 Januari 2025.

Latar Belakang Revisi UU Minerba

Menurut Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, revisi RUU Minerba terlatar belakangi oleh dua alasan utama. Pertama, adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009. MK mengeluarkan tiga putusan, yaitu 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formal), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil). Dalam putusan tersebut, MK menolak pengujian formal tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga perlu penyesuaian terhadap UU Minerba.

Kedua, revisi ini bertujuan untuk memperkuat peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) serta membuka peluang lebih besar bagi masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakatan (ormas), perguruan tinggi, dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam sektor pertambangan. Menurut Ahmad Doli Kurnia, revisi ini merupakan langkah afirmatif untuk memastikan bahwa SDA dapat bermanfaat sebesar-besarnya demi kesejahteraan rakyat.

Penolakan terhadap Wacana Kampus Kelola Tambang

Beberapa pihak menolak keras wacana ini, salah satunya adalah Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI). Koordinator Pusat BEM SI, Herianto, menegaskan bahwa perguruan tinggi seharusnya berfokus pada pendidikan dan penelitian, bukan bisnis tambang. “Kampus itu tempat mendidik, bukan tempat bisnis. Jika kampus mendapatkan izin mengelola tambang, mahasiswa berpotensi menjadi objek bisnis. Ini jelas di luar koridor tujuan pendidikan tinggi,” ujar Herianto, kutipan dari Kompas.

Selain BEM SI, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) juga menolak usulan tersebut. Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Walhi, Mukri Friatna, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Baleg DPR RI, menegaskan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam pertambangan berpotensi mencederai independensi akademik. “Jika institusi yang seharusnya menjadi pusat intelektualitas masuk ke industri tambang, bagaimana mereka bisa tetap objektif dalam kajian akademis?” ungkap Mukri.

Dukungan terhadap Wacana Kampus Kelola Tambang

Di sisi lain, Forum Rektor Indonesia menyambut baik usulan ini. Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia, Didin Muhafidin, menilai bahwa perguruan tinggi dengan status badan hukum (BHP) dan memiliki unit usaha mandiri sudah terbiasa bekerja sama dalam sektor pertambangan. Ia menyebut contoh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah memiliki pengalaman dalam proyek-proyek tambang.

Menurut Didin, pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi dapat meningkatkan pendapatan institusi, terutama bagi perguruan tinggi swasta yang memiliki yayasan dengan unit usaha. “Jika yayasan mendapat tambahan pendapatan dari proyek tambang, beban mahasiswa bisa berkurang, misalnya dengan tidak menaikkan SPP atau biaya operasional lainnya,” ujarnya.

Wacana pemberian izin usaha tambang kepada perguruan tinggi memicu perdebatan yang tajam. Di satu sisi, ada kekhawatiran bahwa perguruan tinggi akan kehilangan fokus sebagai lembaga akademik dan menjadi bagian dari industri bisnis. Di sisi lain, ada harapan bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam industri tambang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi institusi dan mahasiswa. Perdebatan ini menunjukkan bahwa keputusan terkait revisi UU Minerba harus mempertimbangkan aspek akademik, lingkungan, dan kesejahteraan mahasiswa secara menyeluruh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *