Kisah Mahasiswa Indonesia Puasa di Polandia: Waktu Sahur dan Berbuka Tergantung Musim

CampusNet – Pada bulan Maret ini bertepatan dengan bulan Ramadhan di mana seluruh umat muslim di seluruh dunia menjalankan ibadah puasa, termasuk mahasiswa Indonesia yang berada di luar negeri. Tidak seperti di Tanah Air, mahasiswa yang berada di luar negeri tentu merasakan ada perbedaan budaya, dan waktu ketika menjalani puasa.

Seperti yang dialami Nugraha Akbar Nurrochmat, yang tengah menempuh studi S3 di Institute of Forestry, Warsaw University of Life Sciences (SGGW), Polandia. Tahun ini, ia merasakan puasa Ramadan di kota Warsawa, Polandia. Sebagaimana yang diketahui, Polandia merupakan negara di daerah Eropa Tengah, dengan empat musim.

Ini membuat puasa Ramadan bisa jatuh pada musim berbeda di Polandia. Menurut Nugraha, ini yang membuat Ramadan di Warsawa berbeda dengan di Indonesia. “Puasa di sini cukup unik dibandingkan di negara Indonesia, karena waktu sahur dan berbukanya tergantung musim. Tahun lalu, saat puasa jatuh pada musim panas, puasa bisa mencapai 17 jam. Sedangkan untuk tahun ini, karena puasa jatuh pada musim semi, waktu berpuasa tidak jauh berbeda dengan di Indonesia yaitu 14 jam,” ungkap Nugraha, mengutip dari Detik.

Jumlah Masjid yang Sedikit, Membuat Mahasiswa harus Melakukan Perjalanan Jauh untuk Tarawih

Salah satu pengalamannya Nugraha saat hendak melakukan salat tarawih, karena jumlah masjid di Polandia tidak banyak dan hanya ada di beberapa kota besar. Jadi, perjalanan ke masjid dari satu tempat ke tempat lain cukup jauh. “Untungnya, saya tinggal di ibu kota Warsawa, sehingga memiliki sekitar 3 masjid besar. Namun dari itu, perjalanan dari asrama saya, menuju masjid terdekat memakan waktu cukup lama, bisa mencapai 30 menit menggunakan bus,” bebernya.

Tak hanya dirinya, ia juga menambahkan, ada cukup banyak mahasiswa Indonesia lainnya yang tinggal di luar kota, jauh-jauh menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk mengikuti salat tarawih di masjid di kota Warsawa.

Para mahasiswa akan banyak melakukan kegiatan mulai dari berbuka, tarawih, hingga sahur dan salat Subuh. Setelah itu, baru akan pulang ke tempat masing-masing. Karena jumlahnya yang sedikit di Polandia, mahasiswa RI kerap berkumpul bersama-sama. Termasuk untuk pergi ke masjid bersama dan buka bersama.

“Kami hanya berjumlah sekitar 200 orang yang tersebar di seluruh kota di Polandia. Namun karena jumlahnya sedikit, ikatan kami jadi lebih kuat dan kami cukup mengenal satu sama lainnya,” cerita Nugraha.

“Biasanya kami, teman-teman mahasiswa Indonesia, pergi bersama-sama ke masjid untuk buka puasa bersama sampai tarawih. Namun terkadang, kami juga melakukan kegiatan buka bersama di asrama tempat kami tinggal bersama mahasiswa muslim lainnya dari negara lainnya seperti Pakistan, Turki, dll.,” tambahnya.

Di sisi lain, PPI Polandia juga bekerja sama dengan KBRI di Polandia untuk mengadakan buka puasa bersama di pertengahan bulan puasa. “Lalu KBRI dan PPI juga biasa menyiapkan sholat Idul Fitri di wisma KBRI nantinya,” ujarnya.

Mahasiswa Harus Berburu Makanan Asia yang Cukup Sulit

Bagi Nugraha dan mungkin beberapa mahasiswa yang berada di Polandia, Ramadan juga membawa rasa kangen terhadap Tanah Air. Mulai dari keluarga hingga makanan-makanannya. “Yang paling kangen sudah pasti keluarga besar, walaupun Alhamdulillah saat ini saya bersama istri, jadi perjuangan merantau bisa terasa lebih ringan. Kami hanya bisa komunikasi dengan keluarga via video call di HP. Selain itu, kami cukup kangen masakan Indonesia seperti martabak, sate, coto Makassar, dll.,” paparnya.

Walaupun bisa memasak masakan Indonesia, ia mengatakan kesulitan mencari bahan-bahan yang berasal dari Asia. Untuk mencari bahan, harus menempuh jarak selama 1 jam. “Kami harus pergi ke toko Asia yang cukup jauh, bisa menempuh waktu hampir 1 jam untuk mencapainya. Di toko Asia tersebut, kami dapat menemukan bahan masakan yang berasal dari Asia seperti cabai, dan kami juga bisa mendapatkan daging yang halal,” lanjut Nugraha.

Meski begitu, ia merasa lega karena hidup di Polandia bersama dengan istrinya. Tak hanya sekadar menemani, istrinya juga menempuh studi di Polandia di jurusan yang sama dengan Nugraha.

“Saya bersama istri saya, Mudrika Qanitha, Alhamdulillah kami berdua sama-sama melanjutkan S3 dan jurusan yang sama, dan sama-sama mendapatkan beasiswa. Beasiswa kami yaitu beasiswa pemerintah Polandia,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *