CampusNet – Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI yang divonis bersalah dalam kasus mega korupsi e-KTP Rp2,3 triliun, akhirnya keluar dari penjara dengan status bebas bersyarat. Hukuman 15 tahun yang semula dijatuhkan telah dipotong lewat peninjauan kembali, ditambah remisi berkali-kali, hingga akhirnya ia bisa melenggang lebih cepat.
15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, dihitung 2/3-nya dan diberikan pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025. Pertanyaan besar yang muncul: kenapa efek jeranya semakin tidak ada?
Hukuman Berat yang Tak Lagi Berat
Korupsi selalu disebut sebagai kejahatan luar biasa. Maka hukuman yang dijatuhkan pun seharusnya luar biasa berat. Namun realitas berkata sebaliknya: hukuman untuk koruptor seperti angka di papan tulis yang mudah dihapus dan ditulis ulang.
Kasus Setya Novanto menunjukkan betapa hukuman 15 tahun hanya sekadar angka formalitas. Remisi, PK, hingga pembebasan bersyarat menggerus hukuman itu sedikit demi sedikit. Akhirnya, vonis yang seharusnya jadi pelajaran bagi banyak pejabat justru berubah menjadi candaan pahit.
Apakah pelaku lain akan takut? Atau justru merasa yakin bahwa penjara bukan akhir, melainkan sekadar persinggahan?
Efek Jera Kini Hanya Retorika
Tujuan utama menjatuhkan hukuman berat pada koruptor adalah memberi efek jera:
- Agar pelaku tidak mengulangi perbuatannya.
- Agar pejabat lain berpikir seribu kali sebelum mencuri uang rakyat.
Namun, pembebasan Setnov justru mengirim pesan sebaliknya. Hukuman bisa dipotong, penjara bisa disingkat, kebebasan bisa dinegosiasikan. Apa yang tersisa dari efek jera itu? Hampir tidak ada.
Yang ada justru efek sebaliknya: koruptor tidak takut, rakyat yang putus asa.
Preseden Buruk: Korupsi Bukan Lagi Menakutkan
Efek jera hilang karena korupsi tidak lagi menakutkan. Hukuman yang seharusnya keras dan menimbulkan rasa gentar malah dipermainkan dengan mekanisme hukum yang memberi banyak celah.
Akibatnya, publik semakin skeptis. Mereka melihat koruptor bukan sebagai penjahat yang dihukum keras, tetapi sebagai orang-orang berkuasa yang selalu punya jalan keluar.
Jika tren ini terus berlanjut, jangan salahkan bila korupsi makin subur. Sebab tidak ada “rem” yang cukup kuat untuk menakut-nakuti para calon pelaku.
Penutup: Efek Jera yang Hilang adalah Alarm Bahaya
Pembebasan bersyarat Setya Novanto bukan sekadar kabar hukum, tapi sebuah alarm bahaya. Ia menunjukkan bahwa efek jera—senjata utama dalam perang melawan korupsi—sedang tumpul, bahkan hilang sama sekali.
Selama hukum masih memberi ruang bagi koruptor untuk keluar lebih cepat, selama diskon hukuman masih dianggap lumrah, maka kita sedang membuka pintu lebar-lebar bagi generasi koruptor berikutnya.
Efek jera yang hilang bukan sekadar masalah hukum, tapi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Karena jika koruptor tidak lagi takut, lalu siapa yang akan melindungi rakyat dari perampokan uang negara?