Represif yang Dilegalkan: Peluru Karet, Tepuk Tangan, dan Rakyat yang Kian Tertekan

CampusNet – Gelombang protes rakyat yang terus membanjiri Jakarta kini menghadapi bentuk represi yang semakin terang-terangan. Setelah gas air mata dan water cannon, kini aparat resmi diperbolehkan menembakkan peluru karet kepada demonstran. Narasi ini disampaikan langsung dalam arahan Kapolri melalui rapat daring. Namun, bukannya menimbulkan keprihatinan, arahan tersebut justru disambut tepuk tangan aparat—sebuah simbol betapa kekerasan mulai dilegalkan sebagai “prosedur.”

Dalih Perlindungan, Realitas Represi

Dalam pernyataannya, Kapolri menegaskan penggunaan peluru karet hanya ditujukan untuk kondisi “darurat”: ketika massa masuk, menyerang aparat atau keluarga mereka, hingga merusak fasilitas umum. Tetapi publik sadar—kondisi ini sering kali diciptakan oleh provokator yang justru diduga berasal dari lingkaran aparat itu sendiri.

Tepuk Tangan yang Menampar Rakyat

Video yang beredar di media sosial memperlihatkan momen mencengangkan: beberapa polisi bertepuk tangan usai arahan itu disampaikan. Adegan itu memantik kemarahan publik. Jika sumpah aparat adalah “mengayomi dan melindungi,” mengapa kini yang terdengar hanya euforia untuk menembak rakyat dengan peluru karet?

Represi yang Terus Berulang

Tindakan represif ini bukanlah yang pertama. Dalam setiap babak demonstrasi, rakyat seolah diperlakukan sebagai musuh. Penangkapan brutal, pemukulan, hingga korban jiwa telah menorehkan luka mendalam. Kini dengan legalisasi peluru karet, rasa takut kian nyata—sebuah pesan bahwa aspirasi rakyat hanya akan dibalas dengan peluru, bukan dialog.

Demokrasi atau Otoritarianisme Terselubung?

Hak untuk menyampaikan pendapat dijamin konstitusi. Namun, apa artinya konstitusi bila aparat lebih sibuk menghitung jumlah peluru daripada mendengar suara rakyat? Bila “melindungi” berubah menjadi “membungkam,” maka rakyat berhak bertanya: apakah ini masih demokrasi, atau kita telah digiring perlahan ke otoritarianisme yang berbalut prosedur hukum?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *