Krisis Kelas Menengah, Pajak, dan Utang: Jalan Sulit Ekonomi Indonesia 2025

CampusNet – Lembaga riset ekonomi CELIOS merilis laporan terbaru mengenai kondisi ekonomi Indonesia yang dinilai semakin berat akibat shrinking middle class atau menyusutnya kelas menengah. Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya beban pajak, harga pangan yang melambung, serta utang negara yang makin menekan kemampuan fiskal.

Kelas Menengah Mengecil, Ekonomi Melemah

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah CELIOS menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga kelas menengah terus menurun sejak 2019. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional tidak sejalan dengan kondisi lapangan, bahkan pada Triwulan II 2025 terdapat kejanggalan data antara target pemerintah dengan realisasi di masyarakat.

Direktur CELIOS, Nailul Huda, menyebut bahwa menurunnya daya beli kelas menengah akan berdampak langsung pada perlambatan ekonomi. “Kelas menengah adalah motor konsumsi. Jika daya belinya melemah, pertumbuhan akan sulit dicapai,” ujarnya.

Harga Pangan Melonjak, PHK Meningkat

Krisis ekonomi juga tercermin dari harga beras yang terus melejit sepanjang 2025 meski cadangan beras pemerintah (CBP) cukup tinggi. Sementara itu, angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengalami lonjakan. Data BPS mencatat 77 ribu lebih pekerja terkena PHK pada semester I 2025, meningkat signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kondisi ini membuat banyak pekerja beralih ke sektor informal, yang rentan tidak memiliki perlindungan sosial maupun pendapatan tetap.

Pajak Jadi Tumpuan, Utang Kian Membengkak

Pendapatan pajak kini menjadi andalan utama APBN 2026. Namun, CELIOS menilai target penerimaan pajak terlalu ambisius di tengah pelemahan ekonomi. “Beban bunga utang semakin tinggi, seperempat penerimaan pajak habis hanya untuk membayar bunga utang,” tegas Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif CELIOS.

Di sisi lain, alokasi anggaran negara dinilai tidak rasional. Anggaran untuk pertahanan dan keamanan melonjak signifikan, sementara fungsi perlindungan sosial justru turun drastis dari 16,1% di tahun 2021 menjadi hanya 10,2% pada 2025.

Ketimpangan Kekayaan dan Kemarahan Publik

Ketidakadilan ekonomi semakin nyata. CELIOS mencatat bahwa total kekayaan 50 triliuner Indonesia naik dua kali lipat hanya dalam enam tahun, terutama dari sektor ekstraktif. Di sisi lain, kekayaan pejabat publik juga melonjak tajam, dengan rata-rata harta menteri mencapai Rp426 miliar per orang pada 2024.

Fenomena ini dinilai menjadi akar kemarahan publik. Beban pajak lebih banyak ditanggung masyarakat kecil, sementara kelompok super kaya cenderung membayar pajak lebih sedikit secara proporsional.

Jalan Keluar: Transparansi dan Reformasi Pajak

CELIOS mendorong adanya revisi regulasi perpajakan agar pajak yang dibayarkan pejabat negara dapat diakses publik sebagai instrumen pencegahan korupsi. Praktik serupa telah lama dilakukan di negara-negara Skandinavia.

Selain itu, CELIOS menilai kebijakan pemerintah seperti pembagian PPh21 berdasarkan domisili hanyalah “placebo” yang tidak menyentuh akar masalah. Yang lebih penting adalah menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp4,5 juta menjadi Rp7 juta per bulan agar daya beli masyarakat meningkat.

Penutup

Jika tidak ada reformasi mendasar dalam kebijakan fiskal, CELIOS memperingatkan Indonesia berisiko menghadapi krisis lebih dalam. “Negara justru bisa memiskinkan rakyatnya ketika kebijakan disusun hanya untuk kepentingan politik dan bagi-bagi jabatan,” tegas laporan CELIOS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *