Kuliah Jalan, Kerja Juga Jalan: Saat Side Hustle Jadi Realita, Bukan Pilihan Tambahan

CampusNet – Dulu, kerja sambilan atau Side Hustle buat mahasiswa sering dianggap “opsi tambahan.” Sekarang, buat banyak anak kuliahan, kerja paruh waktu bukan cuma soal cari uang jajan, tapi strategi bertahan hidup.

Lonjakan biaya hidup sepanjang 2024–2025 (terutama kos dan transportasi) bikin banyak mahasiswa masuk ke dunia Side Hustle. Dari jadi barista di kafe, guru les privat, admin toko online, sampai freelancer desain hingga copywriting, semua dijajal demi menyeimbangkan pengeluaran dan kehidupan kampus. Tren ini secara global dikenal sebagai side hustle.

Side Hustle, Realita Baru Mahasiswa

Tren ini makin terlihat jelas di kota-kota pelajar seperti Kota Yogyakarta, Kota Bandung, dan Kota Malang. Banyak lowongan paruh waktu datang dari sektor ritel, F&B, dan industri kreatif digital.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja usia 16-30 tahun yang bekerja di sektor informal 44,34%. Meski tidak seluruhnya mahasiswa, tren ini menggambarkan betapa kuatnya daya serap Side Hustle terhadap tenaga kerja muda.

Banyak mahasiswa yang mulai kerja paruh waktu tidak lagi menunggu lulus kuliah. Platform digital dan media sosial membuat proses mencari side hustle jauh lebih mudah. Tinggal scroll lowongan, kirim CV, dan mulai shift minggu depan.

Tapi tentu saja, semua ada harga yang harus dibayar. Jam belajar makin ketat karena harus berbagi waktu dengan shift kerja. Ada yang bangun subuh untuk ngejar kelas pagi setelah shift malam, ada juga yang ngerjain tugas kampus di sela-sela jaga kafe.

Efek Domino: Jam Belajar, Nilai, dan Mental Health

Beberapa penelitian akademik menunjukkan bahwa mahasiswa yang bekerja paruh waktu dengan intensitas tinggi (misalnya 20–30 jam per minggu atau lebih) menghadapi tantangan ekstra dalam menyeimbangkan kuliah dan pekerjaan.

Mereka kerap mengalami konflik peran, kelelahan, dan tekanan psikologis yang bisa berdampak pada performa akademik maupun kesejahteraan mental. Dalam kasus jam kerja tinggi, waktu belajar dan istirahat sering berkurang, sehingga konsentrasi dan kualitas tugas kuliah terpengaruh.

Namun menariknya, banyak mahasiswa yang mengaku justru belajar time management dan tanggung jawab dari pekerjaan paruh waktu mereka. Buat sebagian, side hustle bukan pengganggu kuliah, tapi “ruang belajar kedua.”

Dari Side Hustle ke Karier Sungguhan

Di sisi lain, banyak peluang tumbuh dari tren ini. Tidak sedikit mahasiswa yang akhirnya menemukan passion dan jalur karier mereka lewat kerja sambilan. Seorang mahasiswa desain grafis yang awalnya hanya ambil proyek kecil-kecilan, misalnya, bisa berlanjut menjadi freelancer profesional bahkan sebelum wisuda.

Beberapa kampus mulai melirik tren ini dengan lebih serius: mengadakan inkubasi wirausaha mahasiswa, memperluas magang nonformal, dan membuka ruang fleksibel bagi mereka yang punya aktivitas profesional di luar kampus.

Bekerja Sambil Kuliah adalah Realita yang Perlu Diakui

Side Hustle bukan sekadar tren singkat. Ini adalah bentuk adaptasi generasi muda terhadap kondisi ekonomi yang berubah cepat. Mahasiswa bekerja bukan karena “malas kuliah”, tapi karena ingin mandiri, secara finansial maupun profesional.

Tantangannya jelas besar, tapi peluangnya juga nyata. Dan bagi banyak mahasiswa hari ini, bekerja sambil kuliah bukan sekadar pilihan… tapi bagian dari perjalanan hidup mereka sendiri.

Baca Juga: 5 Tempat Favorit Mahasiswa Saat Butuh Menyepi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok