Thrifting Kian Digemari: Antara Gaya, Harga, dan Industri

CampusNet – Masyarakat Indonesia terutama generasi muda terus menjadikan membeli pakaian bekas atau thrifting sebagai pilihan berbusana yang hemat dan bergaya. Mengutip dari Katadata (2025), generasi muda masih setia thrifting karena harga yang lebih terjangkau dan kualitas barang yang masih baik.

Banyak di antara mereka mencari pakaian bermerek seperti Levi’s, Zara, hingga Uniqlo di pasar baju bekas yang menjual dengan harga jauh di bawah harga toko. Tren ini juga terasa di lingkungan kampus.

Mahasiswa sering memanfaatkan toko thrift untuk melengkapi gaya sehari-hari tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Gaya vintage dari pakaian bekas membantu mereka tampil beda tanpa mengikuti tren massal.

Antara Merek, Harga, dan Ekspresi Diri

Daya tarik utama thrifting berasal dari tiga hal: nilai merek, harga miring, dan keunikan barang. Pakaian bekas menawarkan variasi yang sulit ditemukan di ritel konvensional, dan sebagian besar pembeli merasa puas karena bisa tampil modis dengan bujet minim.

Mahasiswa yang aktif di kampus sering memanfaatkan thrifting bukan sekadar untuk berhemat, tetapi juga untuk menunjukkan gaya pribadi. Pilihan ini memberi ruang ekspresi diri di tengah keterbatasan finansial.

Tindakan Pemerintah Soal Pakaian Bekas Ilegal

Selayaknya tren-tren terbaru, tren thrifting yang berkembang pesat juga berdampak pada industri tekstil nasional. Sekitar 13.800 pekerja di sektor tekstil dirumahkan pada pertengahan 2024 akibat meningkatnya impor pakaian bekas.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sikap pemerintah terhadap praktik impor ilegal ini. “Jadi, nanti barangnya dimusnahkan, orangnya didenda, dipenjara juga, dan akan di-blacklist. Pihak yang terlibat itu akan saya larang impor seumur hidup,” ujarnya dengan wawancara Bloomberg Technoz.

Kesadaran Baru di Kalangan Muda

Sebagian anak muda mulai memahami bahwa thrifting impor dapat berdampak negatif pada tenaga kerja dalam negeri.

Banyak komunitas kampus kini mendorong konsep slow fashion dan reparasi pakaian agar lebih ramah lingkungan. Gerakan ini membantu mahasiswa tetap bergaya tanpa memperparah masalah impor ilegal dan limbah tekstil.

Thrifting menunjukkan bagaimana anak muda menyeimbangkan gaya hidup, ekonomi, dan nilai keberlanjutan. Mahasiswa tetap bisa tampil stylish dengan cara yang bertanggung jawab.

Pilihan berbusana kini tidak hanya soal penampilan, tetapi juga tentang kesadaran sosial dan ekonomi di balik setiap potongan kain.

Baca Juga: Kesepian Generasi Z di Era Digital

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok