CampusNet – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Diponegoro (BEM Undip) menyatakan bahwa DPR RI mencatut nama organisasinya dalam unggahan Instagram terkait pembahasan Rancangan Undang Undang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Mengutip Detik.com, Ketua BEM Undip, Aufa Atha Ariq, menegaskan lembaganya tidak pernah ikut rapat dengar pendapat (RDP) atau rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama DPR dalam proses penyempurnaan RUU KUHAP.
Aufa menduga DPR sengaja mencantumkan nama beberapa lembaga, termasuk BEM Undip, agar terlihat proses legislasi melibatkan banyak elemen masyarakat. Dia menyebut tindakan itu bisa jadi untuk meningkatkan legitimasi publik.
Somasi 3×24 Jam dan Ancaman Tindakan Hukum
BEM Undip mengirim somasi kepada DPR RI dan menuntut permintaan maaf tertulis dalam waktu 3×24 jam. Jika DPR tidak merespons, BEM Undip berencana menggugat melalui Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atau mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
Mereka juga menyatakan bahwa pencatutan nama ini mempertanyakan sejauh mana DPR benar-benar melibatkan masyarakat. Aufa menilai DPR belum memberi ruang kepada semua elemen masyarakat untuk menyampaikan masukan.
Tanggapan DPR Komisi III
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, membantah tuduhan pencatutan nama lembaga seperti BEM Undip. Ia menyebut klaim itu muncul setelah DPR menggelar rapat publik pertama pembahasan RUU KUHAP yang mereka siarkan secara terbuka melalui TV Parlemen.
Ia menyatakan bahwa Komisi III telah membuat klaster untuk menampung masukan publik secara sistematis.
Klarifikasi DPR RI
DPR RI mengunggah klarifikasi di Instagram resminya setelah polemik mencuat. Mereka menegaskan bahwa mereka tidak mengundang BEM Undip dan bahwa mereka mengundang Pekan Progresif 2024 BEM FH Undip untuk mengikuti RDPU pada 20 Mei 2025.
Mereka kemudian mengoreksi daftar nama yang beredar dan menyatakan bahwa mereka sudah memperbaiki kekeliruan tersebut.
DPR RI juga menonaktifkan kolom komentar pada unggahan itu sehingga publik tidak dapat memberikan tanggapan langsung. Tindakan ini memicu kritik karena publik kehilangan ruang terbuka untuk merespons klarifikasi tersebut.
Legal Standing dan Makna Somasi
Dalam konteks ini, BEM Undip masih bisa melayangkan somasi walaupun belum punya legal standing seperti gugatan formal, karena somasi adalah mekanisme protes yang tidak menuntut kedudukan hukum sekuat gugatan di pengadilan.
Namun jika sengketa berlanjut ke jalur hukum resmi, seperti MKD atau gugatan PMH, maka legal standing akan menjadi isu penting. Artinya, kredibilitas BEM Undip sebagai lembaga masyarakat untuk menuntut DPR bisa diuji secara legal.
BEM Undip memiliki legal standing karena organisasi berhak mempertahankan nama baik, mencegah misrepresentasi, dan memastikan bahwa pihak lain tidak memalsukan atau melebihkan partisipasi mereka dalam proses legislasi.
Partisipasi Publik di Legislasi
Kasus ini menunjukkan bahwa lembaga negara harus menjaga akurasi informasi, transparansi partisipasi publik, dan hubungan yang sehat dengan organisasi mahasiswa.
Sikap BEM Undip juga memperlihatkan bahwa mahasiswa dapat mengambil langkah hukum ketika pihak lain menggunakan identitas mereka secara tidak tepat dalam proses politik.
Baca Juga: Semua Bisa Kena: DPR RI Resmi Sahkan RUU KUHAP


