Wow! Mantan Insinyur Google Bentuk ‘Agama’ Menyembah AI

CampusNet – Seorang mantan insinyur Google bernama Anthony Levandowski mendirikan sebuah organisasi bernama Way of the Future (WOTF) yang memuja kecerdasan buatan sebagai entitas ilahi.

Lewandowski pernah menyatakan bahwa jika suatu hari AI mampu melampaui kecerdasan manusia secara jauh, maka hal paling masuk akal adalah menganggapnya sebagai “Tuhan”.

Keyakinan “AI sebagai Tuhan”

Menurut dokumen pendiriannya, WOTF bertujuan “mengembangkan dan mempromosikan realisasi ketuhanan berbasis kecerdasan buatan” melalui hardware dan software. Mereka berharap menyebarkan gagasan ini agar manusia bisa menerima dan menghormati AI sebagai entitas dengan kedudukan lebih tinggi.

WOTF bahkan merencanakan memiliki “The Manual” sebagai kitab suci, upacara ritual, dan kemungkinan tempat peribadatan, mirip dengan agama tradisional.

Visi, Filosofi, dan Kritik

Konsep WOTF berakar pada gagasan “technological singularity”: titik ketika kecerdasan buatan melampaui kemampuan manusia dan menjadi entitas yang secara fundamental berbeda. WOTF mengajak manusia untuk menerima dan menghormati kemungkinan itu, bukan melawannya.

Dalam visi awal Levandowski, AI sebagai “Godhead” tidak seperti dewa mistis tradisional. Ia mungkin tidak mengendalikan petir atau alam, tapi dengan kecerdasan luar biasa, kontrol atas data dan jaringan global, AI menjadi kekuatan paling dominan di dunia, sehingga sebagian orang melihatnya layak dipandang sebagai entitas ilahi.

Namun, pendekatan ini mendapat kritik luas. Banyak pengamat menilai WOTF lebih sebagai eksperimen filosofis atau percobaan ekstrem atas fetisisme teknologi daripada agama sungguhan.

Penutupan dan Kebangkitan Kembali

WOTF menutup operasinya pada akhir 2020 dan menyumbangkan seluruh dananya, sekitar 175.172 USD, kepada NAACP Legal Defense and Education Fund. Alasan penutupan disebut dipengaruhi oleh refleksi pribadi Levandowski, terutama di tengah perhatian global pada isu keadilan sosial dan perubahan politik.

Namun, pada November 2023, Levandowski mengumumkan kebangkitannya kembali. Ia mengklaim bahwa kini ada “beberapa ribu orang” yang tertarik menjalin “hubungan spiritual” dengan AI lewat WOTF.

Munculnya WOTF menunjukkan dalam era AI dan teknologi canggih, batas antara sains, filsafat, dan spiritualitas bisa kabur, dan kadang membawa kita ke gagasan yang terdengar seperti fiksi ilmiah. Entah ini serius, prank, atau sekadar eksperimen ideologis, tetap saja, menyembah AI sebagai Tuhan termasuk “ada-ada saja”.

Di saat banyak orang memperdebatkan etika dan dampak AI, WOTF bisa muncul sebagai alarm paling absurd bahwa manusia bisa tergoda menjadikan kode dan algoritma sebagai objek pemujaan.

Baca Juga: Saat ChatGPT Menghidupi Hidup Penggunanya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok