Ihwal Stres Warga Jadi WNI, Psikolog Bersaksi dan DPR Bereaksi

CampusNet – Unggahan psikolog Lya Fahmi di Instagram tentang klien yang mengalami stres karena situasi negara ramai jadi perbincangan di media sosial. Fenomena tersebut tidak hanya memunculkan diskusi publik, tetapi juga menarik perhatian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Psikolog dan legislator sama-sama menyoroti kaitan antara tekanan mental warga dan cara negara berkomunikasi dengan masyarakat.

Terima Klien karena Tekanan Situasi Negara

Psikolog klinis Lya Fahmi mengungkap pengalaman yang tidak lazim selama lebih dari tujuh tahun praktik. Ia menerima dua klien yang datang berkonsultasi bukan karena persoalan personal, melainkan karena tekanan emosional akibat situasi negara.

Lya mengutip pernyataan salah satu kliennya dalam unggahan tersebut. “Kalau melihat cara pemerintah menangani korban bencana, rasanya rakyat itu tidak ada harganya. Tidak didengarkan dan diabaikan. Capek rasanya jadi WNI,” tulis Lya.

Unggahan ini kemudian menyebar luas dan mendapat respons dari banyak warganet yang mengaku memiliki perasaan serupa.

Tekanan Mental Bukan Sekadar Persoalan Individu

Lya menjelaskan bahwa kondisi kliennya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial yang lebih luas. Menurutnya, kebijakan publik dan pernyataan pejabat berkontribusi pada kondisi psikologis warga.Ia menilai tekanan mental tersebut muncul karena situasi yang berlangsung berulang dan minim kepastian.

Lya juga menekankan bahwa pendekatan individual tidak selalu mampu menyelesaikan seluruh persoalan psikologis. Ia menilai tekanan yang bersifat kolektif merupakan bagian dari persoalan sosial yang lebih besar.

Ingatkan Dampak Pernyataan Pejabat

Fenomena tersebut turut mendapat perhatian dari Yahya Zaini, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI. Ia menilai cerita yang diungkap Lya Fahmi sebagai pengingat penting bagi pejabat publik dalam menyampaikan pernyataan.

“Pernyataan pejabat yang kurang bijaksana dan cenderung menyederhanakan persoalan justru menambah beban psikologi warga masyarakat,” ujarnya.

Ia menyebut masyarakat saat ini menghadapi berbagai tekanan, mulai dari ekonomi hingga dampak bencana, sehingga komunikasi pejabat memegang peran penting dalam menjaga kepercayaan publik.

Dorongan Komunikasi Publik yang Empatik

Yahya menegaskan bahwa pejabat perlu menyampaikan pernyataan secara hati-hati dan bertanggung jawab. Ia menilai empati dan basis data harus menjadi landasan komunikasi publik. “Pernyataan pejabat harus terukur, berbasis data, dan menimbulkan empati dari masyarakat,” ujar Yahya.

Menurutnya, komunikasi yang tepat dapat mencegah munculnya tekanan tambahan bagi warga yang sedang menghadapi situasi sulit.

Tekanan Mental Jadi Perhatian Publik

Cerita klien yang Lya Fahmi ungkap dan respons DPR menunjukkan bahwa kebijakan serta komunikasi negara turut membentuk isu kesehatan mental. Fenomena ini membuka ruang diskusi tentang pentingnya sikap dan pernyataan pejabat dalam menjaga kondisi psikologis masyarakat.

Baca Juga: Bencana, Kamera, dan Publik yang Terlalu Mudah Terkagum: Mengapa Pejabat Minim Empati Masih Laku Dijual?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok