Banjir Meluas, Kemenkes Minta Perkuat Deteksi Dini Leptospirosis

CampusNet – Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengeluarkan peringatan kepada masyarakat terdampak banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat agar mewaspadai penyakit leptospirosis yang sering muncul pascabanjir dan tanah longsor.

Peringatan ini disampaikan melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Nomor PV.03.03/C/5559/2025 tentang Kewaspadaan Potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Leptospirosis resmi kepada dinas kesehatan di daerah terdampak dan segera ditindaklanjuti di lapangan.

Peringatan Resmi Kemenkes

Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan Murti Utami, menegaskan bahwa leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dan ditularkan melalui urin hewan terinfeksi, terutama tikus.

Ia menekankan bahwa gejala awalnya sering mirip dengan demam biasa, sehingga sering tidak terdeteksi apabila warga tidak waspada.

“Leptospirosis sering tidak disadari karena gejalanya ringan di awal. Padahal, bila terlambat ditangani, penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi berat hingga kematian,” ujar Murti.

Surat edaran yang dikeluarkan Kemenkes juga meminta dinas kesehatan daerah untuk memperkuat pengawasan di lokasi pengungsian. Hal ini penting agar penularan leptospirosis dapat diantisipasi lebih awal.

Gejala Leptospirosis yang Harus Diwaspadai

Leptospirosis dapat muncul beberapa hari hingga beberapa minggu setelah kontak dengan air atau tanah yang terkontaminasi urin hewan. Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gejala umum penyakit ini meliputi:

  1. Demam tinggi
  2. Sakit kepala dan nyeri otot
  3. Mata merah
  4. Mual dan muntah
  5. Nyeri perut dan diare
  6. Kulit atau mata menguning (jaundice)

Gejala ini bisa muncul antara 2 hingga 30 hari setelah terpapar bakteri Leptospira. CDC juga menjelaskan bahwa bakteri penyebab leptospirosis dapat bertahan di air atau tanah yang tercemar selama berminggu-minggu, terutama setelah banjir atau hujan deras.

Risiko Tinggi Pasca Banjir

Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Aceh dan beberapa provinsi di Sumatera sejak akhir November hingga awal Desember 2025 meningkatkan risiko penyebaran berbagai penyakit menular, termasuk leptospirosis.

Kondisi genangan air yang bertahan lama di permukiman warga dan lokasi pengungsian, ditambah dengan keterbatasan akses sanitasi dan air bersih, menciptakan lingkungan yang rawan terkontaminasi urin hewan pembawa bakteri, terutama tikus. Situasi tersebut memperbesar potensi penularan penyakit, terutama bagi warga yang masih beraktivitas di area terdampak banjir.

Seiring dengan kondisi tersebut, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala awal leptospirosis. Kemenkes menekankan pentingnya pemeriksaan dini agar dapat melakukan penanganan lebih cepat dan mencegah risiko komplikasi serius.

Upaya Pencegahan di Lapangan

Untuk mencegah penularan leptospirosis, Kemenkes bersama dinas kesehatan daerah mengajak warga melakukan langkah berikut:

  1. Hindari kontak langsung dengan air banjir atau tanah basah tanpa pelindung seperti sepatu dan sarung tangan.
  2. Tutupi luka atau goresan pada kulit dengan plester kedap air agar bakteri tidak masuk.
  3. Cuci tangan dengan sabun secara teratur dan gunakan air bersih.
  4. Pastikan sumber air minum aman, misalnya dengan merebus terlebih dahulu.

CDC juga merekomendasikan untuk mengendalikan populasi tikus dengan menutup tempat sampah serta menjaga kebersihan lingkungan untuk mengurangi sumber penularan bakteri.

Peran Dinas Kesehatan Daerah

Kementerian Kesehatan meminta setiap dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk memperkuat surveilans penyakit di lokasi terdampak. Surveilans tersebut mencakup pencatatan kasus gejala demam di posko kesehatan pengungsian dan puskesmas, serta koordinasi layanan kesehatan cepat tanggap.

Dinas kesehatan di daerah terdampak harus untuk secara aktif memantau perkembangan kasus leptospirosis dan melaporkannya melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR). Pemerintah daerah harus juga segera melakukan penyelidikan epidemiologi ketika jumlah kasus menunjukkan peningkatan.

Pemerintah terus memperkuat upaya pencegahan di tingkat masyarakat dengan mendorong penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk menekan risiko penularan penyakit akibat banjir.

Langkah cepat dan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, dinas kesehatan daerah, dan masyarakat dapat menekan potensi lonjakan kasus leptospirosis serta meminimalkan dampak kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Polri Temukan Kayu Bekas Gergaji di Banjir Aceh-Sumatera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok