CampusNet – Seorang profesor dari University of Hong Kong (HKU), Paul Yip Siu-fai, mengundurkan diri setelah sebuah artikel ilmiah yang ia korespondensikan terbukti memuat referensi palsu yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Hal ini menimbulkan perdebatan baru soal penggunaan AI dalam penelitian akademik di perguruan tinggi bergengsi dunia.
Temuan Investigasi HKU, Rujukan Ilmiah Tidak Ada
HKU memulai penyelidikan terhadap sebuah artikel di China Population and Development Studies yang membahas tren fertilitas selama empat dekade di Hong Kong. Penyelidikan itu menemukan bahwa 20 dari 61 referensi tidak merujuk pada publikasi nyata karena AI menyusunnya tanpa proses verifikasi yang memadai.
Pihak universitas dalam rilisnya menyatakan bahwa mereka telah mengkonfirmasi adanya referensi fiktif tersebut. Perangkat AI yang digunakan memang menghasilkan entri yang tampak valid, tetapi tidak ada publikasi atau artikel nyata di baliknya.
HKU menyebut temuan ini sebagai pelanggaran integritas akademik dan telah mengambil tindakan disipliner. Dalam pernyataannya, universitas menegaskan bahwa semua peneliti wajib memastikan bahwa karya mereka memenuhi standar internasional mengenai kualitas dan etika penelitian.
Reaksi Paul Yip dan Langkah Mundur
Paul Yip, ahli demografi yang juga aktif dalam berbagai peran penasihat di badan kesehatan dan pendidikan pemerintah, secara resmi mengundurkan diri dari jabatan Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial di HKU. Ia juga melepaskan keanggotaannya di berbagai komite riset universitas.
Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa menggunakan AI bertujuan untuk membantu menyusun referensi jurnal, tetapi ia gagal memverifikasi secara menyeluruh setiap entri sebelum memublikasikan artikel tersebut.
Selain itu, HKU telah menarik artikelnya dari jurnal dan menyerahkan proses disipliner terhadap mahasiswa doktoral yang juga terlibat dalam penelitian
Pembaruan Kebijakan AI dan Integritas Penelitian
Universitas Hong Kong menyatakan bahwa kejadian ini menjadi peringatan penting bagi komunitas riset global. Untuk mencegah kasus serupa, HKU akan memberlakukan pelatihan wajib dan asesmen penggunaan AI bagi seluruh peneliti di lingkungan akademik mereka.
HKU merancang kebijakan ini untuk memastikan penggunaan AI dalam penelitian tetap menjaga standar ilmiah dan etika akademik.
Para ahli akademik global menilai kasus ini sebagai bagian dari tantangan yang lebih luas ketika AI menghasilkan informasi yang tampak meyakinkan tetapi tidak akurat tanpa pengawasan ketat.
Temuan ini juga mendorong ulasan ulang terhadap kebijakan editorial jurnal ilmiah di seluruh dunia terkait penggunaan AI dalam publikasi akademik.
Apa Arti Kejadian Ini bagi Dunia Akademik?
Mundurnya Paul Yip menunjukkan AI bukan alat yang menggantikan peran peneliti manusia, terutama dalam hal verifikasi fakta dan akurasi ilmiah. Meski AI mampu mempercepat banyak proses penulisan, integritas penelitian tetap bergantung pada pemeriksaan manusia yang teliti.
Peristiwa ini menyadarkan komunitas akademik global, AI menjadi sumber risiko jika tidak ada pengaturan jelas dalam standar penelitian modern atas kehadirannya.
Baca Juga: ChatGPT Atlas OpenAI Rentan, Pakar Temukan Celah Keamanan


