CampusNet – Pergantian nama dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025 kembali memunculkan perdebatan lama di dunia pendidikan Indonesia. Apakah setiap pergantian menteri selalu berarti pergantian program pendidikan?
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa perubahan ini bukan sekadar pergantian istilah. Melainkan bagian dari upaya menghadirkan pendidikan bermutu bagi seluruh rakyat.
Alasan Perubahan PPDB Menjadi SPMB
Menurut Abdul Mu’ti, perubahan nama ini mencerminkan visi baru Kemendikdasmen untuk memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan terbaik. “SPMB bukan hanya sekadar nama baru saja, tetapi ada yang baru dalam kebijakan kami untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan pendidikan bermutu,” ujarnya.
Selain itu, perubahan ini juga bertujuan memperbaiki kelemahan sistem lama, khususnya dalam proses penerimaan siswa di jenjang SMP dan SMA. Misalnya, jalur non-akademik kini mencakup jalur kepemimpinan, memberikan peluang bagi siswa yang aktif di organisasi seperti OSIS. Jalur afirmasi pun diperluas untuk mencakup kelompok penyandang disabilitas dan keluarga kurang mampu.
Fenomena “Ganti Menteri, Ganti Nama Program”
Perubahan kebijakan pendidikan setiap kali terjadi pergantian menteri bukanlah hal baru di Indonesia. Dari Kurikulum 2006 (KTSP) ke Kurikulum 2013, kemudian ke Kurikulum Merdeka. Masyarakat sering kali merasa kebingungan menghadapi perubahan yang datang bertubi-tubi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah perubahan tersebut benar-benar mendukung kualitas pendidikan, atau hanya bagian dari agenda politik setiap menteri baru?
Di satu sisi, perubahan bisa menjadi respons terhadap tantangan zaman yang terus berkembang. Namun, ketidakstabilan kebijakan justru dapat menghambat kemajuan pendidikan, terutama jika implementasinya tidak ada dukungan dengan sosialisasi dan pelatihan yang memadai bagi para pendidik.
Apa yang Harapan dari Perubahan PPDB menjadi SPMB?
Masyarakat berharap agar perubahan kebijakan pendidikan tidak hanya sebatas pergantian istilah. Lebih dari itu, masyarakat butuh kebijakan yang konsisten, berkelanjutan, dan berorientasi pada kebutuhan siswa. Pendidikan harus menjadi alat untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki karakter kuat dan kompetensi global.
Selain itu, transparansi dan partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan sangat penting. Keterlibatan guru, orang tua, dan pakar pendidikan dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar relevan dan efektif.