CampusNet – Bunyi Sila Kelima adalah “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia“. Sila yang merupakan gagasan ideologi negara dari Presiden pertama Indonesia atau Ir. Soekarno adalah representatif bagi seluruh kalangan rakyat Indonesia. Namun adakah hubungannya dengan pendidikan Indonesia dan program kerja dari pemerintahan Prabowo-Gibran?
Jajaran Pendidikan Kabinet Prabowo-Gibran
Kabinet Prabowo-Gibran baru baru ini mengubah jajaaran kementrian Indonesia terutama Kementrian Pendidikan. Saat ini, Kementrian pendidikan dibagi menjadi dua yaitu Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kementrian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi. Pembagian oleh Prabowo-Gibran untuk melaksanakan visi-misi membangun pendidikan, terutama di sains dan teknologi.
Prabowo juga menunjuk ahli untuk memimpin kementrian ini yang bertujuan untuk menyukseskan visi-misinya mengenai pendidikan Indonesia. Pada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti sebagai Menteri. Sedangkan untuk Kementrian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai menteri, yang dibantu Stella Christie sebagai wakil menteri.
Lalu apakah kedua menteri tersebut dapat menerapkan sila kelima pada programnya?
Latar Belakang
Namun tidaklah mudah bagi pembantu Prabowo-Gibran ini mengatasi masalah pendidikan di Indonesia. Masalah sering banyak adalah kompetensi guru yang masih rendah, bahkan di bawah. Nyatanya tenaga pengajar yang kompeten mempengaruhi kualitas pendidikan siswa Indonesia. Masalah ini ditambah dengan apreasiasi tenaga pendidik Indonesia, terutama guru honorer.
Guru Honorer juga sering tidak apresiasi dengan layak baik segi material dan moral. Kurikulum pendidikan yang sering berubah dari sekolah dasar hingga perguruan ini sering membuat kaku siswa dan tenaga pendidik. Hal ini memperlihatkan keimpangan dari sila kelima Indonesia di mana, kebijakan pendidikan lama ini dapat mengurangi kelayakan belajar siswa dan sejahtera para tenaga pendidik.
Program Pendidikan 2024
Salah satu yang menjadi perhatian tentang pendidikan saat ini adalah Abdul Mut’i dan Stella Christie mengenai statement tentang program pendidikan Indonesia. Abdul Mu’ti melalui program kerjanya kali ini akan mengubah kurikulum merdeka menjadi terbarukan serta kembali mengadakan UN. Mu’ti juga menambahkan bahwa akan mewajibkan pendidikan hingga tamat SMA atau 13 tahun masa pendidikan. Hal ini berubah dengan kebijakan yang terdahulu, di mana kebijakan wajib pendidikan adalah 9 tahun, selain itu Mu’ti akan mengapresiasi tenaga pendidik terutama honorer dengan menaikkan gaji.
Berbeda dengan kebijakan Kementrian Pendidikan Menengah dan Dasar, Kementrian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi mengeluarkan statement yang baru dalam kebijakan pendidikan. Melalui wakilnya, Stella Christie juga memaparkan akan mengkaji ulang mengenai beasiswa LPDP agar lebih merata dan dapat membantu. Namun ada statement yang mengandung pro-kontra yakni mengenai penerima LPDP tidak wajib pulang ke Indonesia.
Hal tersebut, mengundang banyak tanya bagi warga Indonesia, bahkan ada yang tidak ingin membayar pajak lagi. Menurutnya penerima LPDP dapat membanggakan Indonesia di luar negeri. Stella Christie juga menambahkan akan mengkaji ulang kebijakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) dan tidak ingin menambah lagi universitas di Indonesia.
Visi besar dari pendidikan Indonesia dari kementrian ini masih menghadapi tantangan. Nyatanya terdapat ketimpangan yang dapat terlihat dari fasilitas, biaya, dan kualitas tenaga pendidik. Kritik pasti akan terus bermunulan apakah program iniasi pendidikan tersebut sudah menerminkan Sila Kelima.
Keadilan sosial dalam pendidikan bukan hanya tentang pemerataan akses, tetapi juga memastikan setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk sukses dan berkontribusi bagi bangsa. Di sinilah pentingnya peran semua pihak, termasuk tokoh politik seperti Prabowo, dalam mewujudkan cita-cita tersebut.