Aksi Demo Tak Kunjung Padam
CampusNet – Gelombang protes yang dimulai sejak 25–28 Agustus diwarnai aksi massa menolak kebijakan DPR yang menambah tunjangan anggota parlemen saat rakyat berjuang di tengah tekanan ekonomi. Tuntutan awal mencakup penghapusan outsourcing, kenaikan upah minimum, dan reformasi politik. Namun, ketika aparat menjawab dengan gas air mata, kendaraan taktis, dan sketsa represif lainnya, fokus rakyat bergeser: bukan hanya DPR, tapi institusi hukum—Polri—juga dicoba diuji.
Kekerasan Aparat yang Terus Berulang
Hingga hari ini, ketegangan tidak mereda. Di depan Polda Metro Jaya dan Mako Brimob Kwitang, massa melempar botol dan petasan; polisi membalas dengan gas air mata, menembak barikade, dan mendorong mundur massa massa secara represif. Gedung DPR pun masih dipenuhi poster tuntutan, bahkan saat massa di sana juga disambut kendaraan taktis.
Dua Arah, Satu Amarah
Aksi hari ini terbagi dua:
- Sebagian massa tetap mengepung DPR, menagih janji reformasi legislator.
- Sebagian lagi mengalihkan ke Polda Metro Jaya, menuntut akuntabilitas atas kekerasan aparat.
Kedua kelompok itu berkumpul dengan tujuan sama: melawan pengkhianatan sumpah pelayan publik serta kekerasan yang kian sistemik.
Dampak Nasional & Dampak Sosial
Presiden Prabowo Subianto sudah meminta masyarakat tetap tenang dan menjanjikan investigasi transparan atas tragedi tewasnya Affan Kurniawan. Kapolri juga menyampaikan permintaan maaf. Namun, desakan agar Kapolri mundur dan adanya reformasi total Polri terus menguat di kalangan mahasiswa, buruh, dan netizen—menandai krisis legitimasi yang makin dalam.
Macro Impact: Ekonomi dan Stabilitas Tertekan
Tuntutan rakyat yang tidak segera didengar dan tindakan represif aparat menyebabkan kericuhan yang memicu kekhawatiran ekonomi— rupiah melemah, indeks saham jatuh, dan banyak kantor serta sekolah mengizinkan WFH (work from home). Situasi memicu kestabilan politik dan membuat investor asing mempertimbangkan ulang kapabilitas pemerintah saat ini.
Penutup
Sumpah jabatan tanpa esensi kini dikoreksi oleh nyala protes rakyat: sumpah untuk mewakili rakyat berubah menjadi bayang pengkhianatan; sumpah untuk melindungi rakyat berubah menjadi sumber takut. Aksi hari ini bukan sekadar tentang kebijakan yang gagal, tetapi tentang kembali menuntut hak atas demokrasi, perlindungan, dan keadilan obyektif.
Baca juga: Indonesia Gelap atau Sudah Gelap?


