CampusNet – Tulisan kali ini akan membahas seni interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari dan kaitannya dengan cara berpikir dan proses memahami secara komprehensif.
“Mind in its most articulated forms belongs to life“
Evan menukil,
— Mind in Life, Evan Thompson, 2007
Where there is life, there is mind;
Saat ada kehidupan, di situ ada cara berpikir.
Hal ini akan terorganisir dalam sistematika kehidupan.
Penulis akan menguraikan maksud buku ini secara implisit, mengapa demikian?
Karena memahami karya filosofi klasik merupakan state of art;
Seperangkat sifat dasar yang pakem dan tersusun dari skema dan properti akal sehat.
Cara berfikir adalah seperangkat organisasional yang menjadi dasar kehidupan.
Yaitu, pikiran akan mengatur manusia untuk menjalani kehidupan.
Buku ini cukup komprehensif untuk menjelaskan asal-muasal pikiran sebagai ciri khas natural manusia.
Artinya, eksistensi pikiran adalah sistem “autopoietic” yang menyiratkan dinamika: tindakan, perspesi dan emosi. Itulah mengapa, mentalitas manusia akan berpengaruh pada lingkungan tempat ia tumbuh.
Buku ini menyelidiki azas fenomenologi tentang pengalaman dan subjektivitas manusia melalui eksperimental kehidupan dan kaitannya dengan akal pikiran manusia.
Apabila keduanya berfungsi dengan baik, maka akan tercapai harmonisasi kehidupan.
Revolusi Berpikir
Di balik semua itu, terdapat booster vitamin pengetahuan untuk menunjang terciptanya akal pikiran.
Yaitu, Ilmu kognitif. Klaim pengetahuan yang berfokus pada sistem kognisi manusia. Ilmu kognitif muncul pada tahun 1950-an dengan istilah revolusi kognitif atau kognitivisme.
Kognitivisme menciptakan makna; bahwa pikiran manusia mampu mengkonseptualisasikan rangkaian simbol yang ada di sekitar mereka menjadi sebuah pesan dan pengalaman.
When we see, we see something; when we remember, we remember something; when we hope or fear, we hope for or fear something
Evan Thompson, 2007
Paragraf di atas adalah gambaran atas transisi kesadaran yang terjadi pada manusia melalui sebuah objek atau sumber pikiran mereka dan menjadi sebuah pengalaman yang bersifat intensional.
Dalam fenomenologi, pengalaman intensional ini merupakan tindakan mengamati, mengingat, membayangkan, berempati, dan seterusnya.
Untuk memahami pengalaman intensional ini, mari teruskan membaca dan lihat ilustrasi di bawah ini!
Mind is life-like and life is mind-like
Sering kan kita mendengar istilah make sense? Iya, istilah ini mungkin saja berasal dari tulisan Thompson.
Katanya, “living is a sense-making,” jadi Thompson menulis bahwa hidup adalah untuk membuat makna. Kalau dalam dialog film Titanic, Leo bilang: to make each day count!
Intinya, pikiran itu seperti kehidupan dan kehidupan itu bersumber dari pikiran.
Kehidupan hanya dapat diketahui apabila makhluk hidup mengalami peristiwa yang memiliki bukti atas tujuan hidup mereka.
Bukti ini muncul dari kesadaran berpikir.
Sehingga, sebuah pandangan hidup memiliki unsur retrospektif. Kita secara retrospektif menyusun kembali deskripsi peristiwa atas pengalaman kita sendiri. Kemudian membentuknya menjadi pelajaran bermakna yang disebut dengan life lessons.
Jadi, sudahkah kita berpikir dengan seksama selama ini? enjoy your Coffee peops! 🙂