Darurat Garuda Biru: Utopia dan Distopia Kemerdekaan

darurat kemerdekaan

CampusNet – Kemerdekaan adalah terlepas dari belenggu penderitaan. Setiap manusia harus mengadopsi orientasi kemerdekaan yang berbeda dalam kehidupan, tulis Durmonski, seorang pustakawan dan penikmat buku. Merdeka adalah the art of being, seperti dalam penggalan judul buku Erich Fromm; spirit untuk menjadi siapapun yang kau impikan.

Meski begitu, konstruksi kemerdekaan tidak serta-merta seperti yang kita bayangkan. Hari ini, ragam peristiwa hadir di depan mata.

Peringatan “darurat Indonesia” dengan simbol Garuda Indonesia dengan latar belakang berwarna biru gelap dan tulisan berwarna putih, ramai beredar usai pembahasan revisi Undang-Undang Pilkada di parlemen. Pemerintahan Republik Indonesia telah di ambil oleh entitas, bukti bahwa kemerdekaan hanya sebatas orasi belaka.

Indonesia mengalami penurunan peringkat pada Global Peace Index sejak 2016. Selaras dengan hal tersebut, indeks demokrasi Indonesia pada data Freedom House mengalami kemerosotan pada pemenuhan hak-hak politik rakyat dan kebebasan sipil. Hal ini menimbulkan ragam pertanyaan di benak;

  • Sudahkah pemilu terjadi dengan bebas dan adil?
  • Apakah kita punya hak untuk berekonomi, berpolitik dan berpendidikan sama dengan privilese oligarki?
  • Apakah oposisi dan koalisi punya hak yang sama dalam pemilu?
  • Bagaimana dengan kebebasan berekspresi, apa independensi media sudah terjamin di Negara ini?

Pertanyaan ini mungkin dapat kita diskusikan dalam ruang-ruang santai bersama rekan sejawat, jangan lupa untuk menyeruput segelas kopi untuk teman brainstorming anda sekalian!

Kebangkitan Demokrasi di Abad Nasionalisme

Pidato pembuka Ir. Soekarno, pada 18 April 1955 di Bandung, menjelaskan tentang konsep kolonialisme; sebab kita adalah bangsa jajahan elite penguasa. Menekankan bahwa, pergeseran zaman telah merubah sistem kolonialisme ke era lebih modern. Kendali ekonomi dan intelektual tidak hanya terjadi pada oknum-oknum tertentu. Melainkan di dukung oleh perangkat digital buatan globalisme yang konon dapat menghancurkan reputasi moral bangsa.

Musuh kita sangat terampil dan tekun untuk menjarah Indonesia, ucap Founding Father Kita.

Mengutip Wyn[2], Kemerdekaan indonesia berkaitan dengan narasi perjuangan rakyat. Makna Merdeka akan bergeser fungsinya seiring dengan setiap tugas dalam berbagai tahapan kehidupan bangsa.

Demikianlah hiruk pikuk Abad ke-20 yang diberi julukan sebagai Abad nasionalisme[3]. Narasi yang menjelaskan tentang kebangkitan dan kesadaran pemuda Indonesia untuk punya kesempatan meraih kemerdekaan yang independen.

Olehnya, Indonesia membutuhkan partisipasi anak muda dan idealisme mereka untuk saling berkolaborasi demi mencapai keterampilan sipil dalam pendidikan kewarganegaraan di era globalisasi. Suara kita untuk memperjuangkan kemerdekaan yang independen, merupakan awal yang baik untuk cita-cita Indonesia Emas di masa nanti.

Sumber:
1. Setowati, Rosa V. 2018. Sekilas Tentang Utopia Damai di Indonesia. Pamflet.
2. Wyn, Tan Sher. 2020. A Reflection on Merdeka. Medium.
3. Putra, Johan Septian. 2023. The Dynamics of The National Movement to Indonesian Independence in the 20th Century.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *