CampusNet – Skema kerja paruh waktu oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mahasiswa penerima beasiswa Uang Kuliah Tunggal (UKT) telah memicu perdebatan di kalangan mahasiswa dan pemerhati pendidikan. Dalam skema ini, mahasiswa yang mendapatkan keringanan biaya kuliah dengan wajib bekerja paruh waktu di berbagai unit kampus sebagai kompensasi. Namun, apakah skema ini merupakan solusi yang adil atau justru beban tambahan bagi mahasiswa?
Beban Ganda Mahasiswa ITB
Salah satu kritik utama terhadap skema ini adalah kewajiban bagi mahasiswa untuk bekerja paruh waktu. Namun bukan sekedar bekerja saja, tetapi tanpa menerima upah dalam bentuk uang tunai. Sebagai gantinya, mereka hanya mendapatkan pengurangan biaya UKT. Mahasiswa yang seharusnya bisa fokus pada kegiatan akademik kini harus membagi waktu dan energi mereka antara belajar dan bekerja. Kondisi ini bisa berdampak negatif terhadap prestasi akademik. Terutama bagi mahasiswa yang sudah kesulitan mengatur waktu antara kuliah, tugas, dan kehidupan pribadi.
Selain itu, beberapa mahasiswa merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan tidak sebanding dengan keringanan biaya yang ada. Mereka diharapkan bekerja dengan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi, tetapi tidak mendapatkan penghargaan finansial yang setimpal. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keadilan dalam hubungan kerja tersebut.
Isu Komersialisasi Pendidikan di ITB
Kewajiban untuk bekerja paruh waktu bagi penerima beasiswa juga memicu kekhawatiran terkait komersialisasi pendidikan. Kritik ini muncul karena mahasiswa dianggap sebagai pemanfaatan “tenaga kerja murah” untuk memenuhi kebutuhan operasional kampus, alih-alih mendapatkan pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar. Beberapa kalangan melihat skema ini sebagai langkah yang mengaburkan batas antara hak mahasiswa sebagai penerima beasiswa dan kewajiban sebagai “pekerja” bagi institusi pendidikan.
Kritikus juga mempertanyakan apakah skema ini benar-benar membantu mahasiswa dari segi finansial atau justru memperburuk beban yang mereka tanggung. Dengan tidak adanya opsi untuk menerima upah dalam bentuk uang, mahasiswa yang membutuhkan penghasilan tambahan untuk kebutuhan sehari-hari terpaksa mencari pekerjaan di luar kampus, menambah beban yang sudah ada.
Alternatif yang Lebih Adil
Untuk memperbaiki situasi ini, ITB bisa mempertimbangkan beberapa perubahan dalam skema kerja paruh waktu. Salah satunya adalah memberikan opsi bagi mahasiswa untuk memilih antara pengurangan UKT atau menerima upah langsung atas pekerjaan mereka. Dengan begitu, mahasiswa bisa lebih fleksibel dalam mengelola keuangan mereka sesuai dengan kebutuhan pribadi.
Selain itu, penting bagi ITB untuk memastikan bahwa pekerjaan kepada mahasiswa tidak mengganggu kewajiban akademik mereka. Batasan waktu kerja yang jelas dan pengawasan terhadap dampak skema ini terhadap kinerja akademik mahasiswa harus menjadi prioritas agar tidak ada yang rugi.
Skema kerja paruh waktu di ITB, meskipun untuk membantu mahasiswa dengan keringanan UKT, perlu peninjauan kembali dari perspektif kesejahteraan dan keadilan bagi mahasiswa. Kewajiban bekerja paruh waktu tanpa upah yang setimpal berpotensi menambah beban dan memunculkan isu komersialisasi pendidikan. ITB perlu mendengarkan aspirasi mahasiswa dan mencari solusi yang lebih adil, agar skema ini benar-benar menjadi manfaat, bukan beban tambahan.