Life After Maba: Ketika Dunia Kuliah Tidak Seindah yang Dibayangkan

CampusNet – Pakai almamater untuk pertama kalinya, ikut ospek, dan kenalan dengan teman-teman baru—masa jadi mahasiswa baru (maba) terasa begitu seru. Semangat membara. Banyak yang mulai menyusun rencana: aktif organisasi, IPK tetap tinggi, magang sana-sini, sambil bangun personal branding. Namun, seiring waktu berjalan, euforia itu mulai mereda. Dua atau tiga semester kemudian, realita muncul perlahan. Tugas numpuk, energi menipis, dan ekspektasi jadi beban. Tak sedikit yang mulai bertanya, “Kenapa kuliah rasanya begini, ya?”. Oleh karena itu, artikel ini mengajak kamu melihat sisi lain dunia perkuliahan setelah masa maba. Bukan untuk membuat patah semangat, tapi justru untuk membuka ruang obrolan soal realita yang jarang dibicarakan.

Masa Transisi: Dari Ambisi ke Kewalahan

Sebagai maba, kita percaya bahwa kuliah akan memberi banyak kebebasan. Nggak ada seragam, bisa atur waktu sendiri, belajar mandiri, bahkan bisa aktif di banyak kegiatan. Tapi ekspektasi itu seringkali cepat digantikan oleh tumpukan tugas, jadwal kuliah yang padat, dan kebingungan membagi waktu. Awal-awal kuliah, semua dijalani dengan semangat berbagai kegaiatan:ikut organisasi, kepanitiaan, lomba, apa pun yang bisa dicoba. Sibuk terasa membanggakan. Seiring waktu, energi mulai terkikis. Tugas terasa berat, motivasi menurun, dan fokus menghilang. Bukan satu-dua orang saja yang merasakannya. Banyak yang diam-diam mulai kewalahan, terjebak antara keinginan untuk tetap aktif dan kebutuhan untuk bertahan.

Tekanan Sosial dan Kecemasan Akademik

Masuk semester pertengahan, tekanan datang dari berbagai arah. Ada teman yang sudah magang di perusahaan keren, ada yang portofolionya penuh prestasi, sementara kamu masih struggling menyelesaikan tugas dasar. Perasaan FOMO mulai muncul. Insecure. Terjebak perbandingan yang sebenarnya nggak perlu. Tekanan IPK juga nggak kalah besar. Ditambah ekspektasi dari orang tua, target organisasi, dan komentar kecil dari lingkungan yang kadang bikin mental makin jatuh. Banyak mahasiswa mulai kehilangan arah, merasa tertinggal, dan mempertanyakan kemampuannya sendiri.

Perubahan Pola Hidup: Dari Aktif ke Bertahan

Pada awal kuliah, semangat untuk hadir kelas tepat waktu, duduk di depan, dan mencatat rapi jadi kebiasaan. Namun, kini banyak yang merasa kesulitan bangun pagi. Beberapa hanya datang untuk absen, tanpa benar-benar fokus mengikuti materi. Hadir kelas cuma buat absen, fokus pun menghilang. Antusiasme ikut kegiatan kampus juga mulai turun. Bukan karena nggak peduli, tapi karena lelah. Kalimat “aku cuma ingin bertahan sampai semester ini kelar” jadi narasi yang sering terdengar. Ada pergeseran fokus, bukan lagi tentang menjadi terbaik, tapi cukup untuk tidak tumbang. Dan itu bukan hal yang salah.

Adaptasi Realistis dan Normalisasi Kelelahan

Lelah bukan tanda gagal. Justru kelelahan menjadi sinyal bahwa sudah terlalu lama berjalan tanpa jeda. Oleh karena itu, penting untuk menata ulang prioritas dan memperlambat langkah sejenak. Tidak perlu ikut semua kegiatan. Pilih saja yang relevan dengan arah hidupmu. Dengan begitu, energi bisa lebih fokus dan tidak cepat habis. Adaptasi bukan berarti menyerah, melainkan bentuk dari kecerdasan emosional untuk bertahan lebih lama. Transisi ini akan terasa lebih ringan saat kamu berhenti membandingkan pencapaian dengan orang lain, lalu mulai fokus pada versi tumbuhmu sendiri.

Kuliah adalah Proses, Bukan Perlombaan

Life after maba bukan soal siapa yang paling cepat lulus, paling banyak ikut kegiatan, atau paling sering muncul di poster acara. Kuliah adalah proses membentuk diri, dan itu nggak selalu harus terburu-buru. Setiap mahasiswa punya waktu dan jalannya masing-masing. Nggak semua orang cocok dengan tempo yang sama. Yang penting, kamu terus bergerak meski pelan, meski tersendat. Sebab makna kuliah bukan sekadar nilai atau jabatan, tapi tentang bagaimana kamu tumbuh dan bertahan di dalamnya.

Kalau kamu lagi merasa kehilangan arah, ingat: kamu nggak sendiri. Dunia kuliah memang nggak selalu indah, tapi selalu bisa dimaknai. Perlahan-lahan, dengan arah yang kamu tentukan sendiri. Jangan takut untuk pelan-pelan. Asal tetap jalan, kamu tetap bergerak. Karena di balik semua rasa lelah, ada proses penting yang sedang berjalan.

Baca Juga: Tips Menjadi Mahasiswa Produktif, Maba Wajib Baca!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *