Mahasiswa dan Politik: Netralitas, Aktivisme, atau Polarisasi?

CampusNet – Mahasiswa selalu dianggap sebagai kelompok yang punya peran penting dalam sejarah politik Indonesia. Dari masa pergerakan hingga era reformasi, suara mahasiswa kerap menjadi penentu arah perubahan. Kini, ketika politik praktis semakin merasuk ke berbagai lini kehidupan, muncul pertanyaan besar: apakah mahasiswa memilih bersikap netral, aktif dalam gerakan, atau justru terjebak dalam polarisasi?

Mahasiswa dan Netralitas Politik

Banyak mahasiswa berusaha menjaga posisi netral. Mereka menilai kampus sebaiknya menjadi ruang belajar yang steril dari kepentingan politik praktis. Netralitas dianggap penting agar mahasiswa tetap fokus pada peran akademik sekaligus menjaga independensi intelektual.

Namun, netralitas sering menimbulkan dilema. Di satu sisi, mahasiswa ingin menjaga idealisme. Di sisi lain, mereka tidak bisa menutup mata terhadap kebijakan pemerintah atau praktik politik yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

Aktivisme Mahasiswa di Era Digital

Sebagian mahasiswa justru memilih jalan aktivisme. Mereka aktif menyuarakan kritik terhadap kebijakan publik, mengorganisasi aksi, hingga membentuk komunitas advokasi. Media sosial menjadi alat penting yang memperkuat suara mereka.

Generasi Z khususnya menggunakan Twitter, Instagram, dan TikTok sebagai ruang untuk menyebarkan ide, membangun solidaritas, dan menggalang dukungan. Aktivisme ini memperlihatkan bahwa mahasiswa masih memegang peran sebagai penjaga moral bangsa, meski bentuk gerakannya berbeda dengan era sebelumnya.

Polarisasi dan Tantangan Baru

Sayangnya, politik praktis juga membawa risiko polarisasi. Mahasiswa mudah terpecah ketika terjebak dalam narasi partisan. Perdebatan sering berakhir dengan pertengkaran, bukan diskusi sehat. Polarisasi semacam ini berbahaya karena melemahkan solidaritas mahasiswa itu sendiri.

Selain itu, kehadiran elite politik yang mencoba memanfaatkan mahasiswa untuk kepentingan elektoral memperkeruh keadaan. Jika tidak berhati-hati, mahasiswa bisa kehilangan independensi yang selama ini menjadi kekuatan mereka.

Harapan bagi Gerakan Mahasiswa

Di tengah kompleksitas politik saat ini, harapan tetap besar pada mahasiswa. Dengan kemampuan berpikir kritis dan akses luas terhadap informasi, mahasiswa bisa menjaga kualitas demokrasi. Mereka bisa memilih sikap netral, menjadi aktivis, atau ikut berpolitik secara langsung, tetapi semuanya harus berlandaskan integritas dan kepentingan rakyat.

Ke depan, mahasiswa diharapkan mampu membangun kultur politik yang sehat. Dengan mengedepankan diskusi, kolaborasi, dan edukasi politik, mereka bisa mencegah polarisasi dan memperkuat demokrasi Indonesia.

Baca Juga: Warga Negara “Z” dan Klaim Demokrasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok