Mengulas Sejarah Tradisi “Mudik” Di Hari Raya

Tradisi mudik hari raya

CampusNet – Hari raya momen yang paling pas untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Apalagi di Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya serta kebiasaan di hari raya, yang kerap kali mengharuskan seseorang untuk berkumpul dengan keluarga. Maka tak heran jika menjelang hari raya banyak orang yang berbondong-bondong untuk pulang ke kampung halamannya atau sering kali disebut dengan mudik. Mudik merupakan suatu tradisi yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia yang pergi merntau. Tradisi ini menjadi momen penting untuk berkumpul bersama keluarga dan merayakan hari raya. Namun, tahukah kamu bagaimana sejarah tradisi mudik di Indonesia bermula? Berikut penjelasannya!

Apa Itu Mudik dan Bagaimana Perkembangannya?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik berarti pulang ke kampung halaman. Sehingga dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh perantau untuk kembali atau pulang ke kampung halamannya. Mudik sering dilakukan terutama di momen besar seperti Hari Raya Idul Fitri ataupun perayaan hari raya lainnya.

Tradisi mudik sudah ada pada zaman atau masa kerajaan Nusantara. Pada masa itu, masyarakat yang merantau ke kota-kota pusat kerajaan biasanya kembali ke desa atau kampung halaman saat ada perayaan besar atau upacara keagamaan. Mereka pulang untuk menghormati leluhur dan berkumpul bersama keluarga. Selain itu, tradisi mudik juga ada ketika masa penjajahan belanda. Pada saat itu, para pekerja pribumi yang merantau ke kota-kota besar seperti Batavia ( Jakarta), Surabaya, dan semarang memanfaatkan kesempatan ini untuk pulang ke desa terutama saat hari raya keagamaan.

Tidak sampai situ saja, tradisi mudik ini semakin fenomenal ketika terjadinya urbanisasi besar-besaran. Para masyarakat di desa pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan ataupun menempuh pendidikan. Hingga sampai hari raya tiba, mereka akan kembali ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dan merayakan hari raya bersama keluarga. Maka tak heran jika mudik atau pulang kapung memang sudah menjadi tradisi yang turun temurun sejak masa kerajaan.

Makna Sosial dan Budaya dalam Mudik

Tradisi mudik tidak hanya menjadi perjalanan untuk kembali ke kampung halaman, tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam, seperti;

  • Saling silaturahmi: Banyak orang yang mudik untuk bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Ini membuat keluarga besar atau keluarga jauh saling bertemu dan memanjangkan silaturahmi.
  • Nostalgia dan Identitas Budaya: Pulang ke kampung halaman dapat membuat perantau mengigat kembali kenangan selama ia hidup di kampung halamannya. Hal ini dapat menjaga hubungan dengan akar budaya mereka.
  • Ekonomi dan Tradisi Berbagi: Tradisi membagikan rezeki kepada keluarga di kampung halaman, termasuk memberikan “uang lebaran” atau angpau, menjadi bagian tak terpisahkan dari mudik.

Sampai saat ini, tradisi mudik semakin berkembang dengan dukungan teknologi dan infrastruktur yang semakin maju. Bahkan sekarang pemerintah rutin mengadakan program “Mudik Gratis” untuk membantu masyarakat pulang kampung. Selain itu, kemajuan teknologi memungkinkan perantau yang tidak bisa pulang kampung, masih tetap menjalin silaturahmi dengan memanfaatkan panggilan video dan media sosial.

Sejarah tradisi mudik di Hari Raya memiliki akar sejarah panjang sejak zaman kerajaan sampai saat ini. Tradisi ini lebih dari sekadar perjalanan pulang saja, tapi mudik juga menjadi simbol ikatan emosional, rasa syukur, dan pelestarian nilai budaya. Hingga kini, tradisi ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap perayaan di hari raya.

Baca juga: IHSG Anjlok ! Memang Apa Hubungannya Dengan Masyarakat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *