CampusNet – Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) jenjang SMA/SMK tahun 2025 menunjukkan rerata nilai yang rendah pada beberapa mata pelajaran wajib. Nilai ini memicu diskusi luas di kalangan pembuat kebijakan pendidikan dan wakil rakyat. Hasil terbaru menunjukkan bahwa nilai Bahasa Inggris dan Matematika berada di level yang memprihatinkan secara nasional.
Rerata Nilai TKA: Data yang Mengundang Perhatian
Mengutip Republika, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) merilis data rerata nilai TKA 2025 untuk peserta SMA/sederajat. Dari 23 Desember 2025, sekolah dapat mengakses Daftar Kolektif Hasil TKA (DKHTKA) melalui laman resmi tka.kemendikdasmen.go.id. Hasil penghitungan menunjukkan (skala 0-100):
- Rerata nilai Matematika: 36,10 dari 3.489.148 siswa
- Rerata nilai Bahasa Inggris: 24,93 dari 3.477.893 siswa, dan
- Rerata nilai Bahasa Indonesia: 55,38 dari 3.509.688 siswa.
Jumlah peserta pada masing-masing mata pelajaran mencapai jutaan siswa. Nilai rendah ini menempatkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran dengan skor rerata terendah secara nasional.
Respon Pemerintah: TKA Bukan Sekadar Nilai
Mendikdasmen menegaskan bahwa TKA bukan sekadar alat evaluasi biasa. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa nilai TKA akan menjadi masukan strategis untuk berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi dan pemerintah daerah.
Pihak kementerian berencana menggunakan data ini untuk memperbaiki proses pembelajaran, menyempurnakan kurikulum, dan meningkatkan kualitas guru. Tujuannya adalah agar prestasi akademik siswa di masa depan meningkat.
DPR RI: Tegaskan Evaluasi Menyeluruh Sistem Pendidikan
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menilai hasil TKA 2025 harus menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan Indonesia. Ia menegaskan bahwa nilai yang rendah ini tidak boleh dilihat sebagai sekadar statistic, tetapi harus dipakai sebagai dasar evaluasi menyeluruh terhadap pembelajaran nasional.
Menurut Lalu, evaluasi ini perlu mencakup semua aspek pendidikan, mulai dari kualitas guru, metode pengajaran, kesiapan siswa, hingga dukungan bagi sekolah. Ia meminta agar hasil TKA menjadi dasar penyusunan kebijakan yang konkret dan bukan sekadar laporan rutin.
Tuntutan Perbaikan di Berbagai Level Pembelajaran
Pihak legislatif juga menyerukan program remedial yang terstruktur untuk membantu siswa yang nilainya rendah. Wakil rakyat ini meminta agar pemerintah daerah dan orang tua siswa terlibat aktif dalam pendampingan dan intervensi pendidikan yang tepat sasaran.
Selain itu, pembuat kebijakan menyoroti perlunya peningkatan kompetensi pelajar terutama pada bidang Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman siswa di bidang ini agar kompetensi akademik lebih kuat ke depan.
Mengapa Ini Perlu Diperhatikan?
Rendahnya nilai rerata TKA mencerminkan tantangan pendidikan yang kompleks. Nilai yang rendah dapat menjadi indikator bahwa proses pembelajaran di sekolah belum sepenuhnya efektif, terutama dalam pembinaan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah siswa. Namun, setelah data ini keluar, banyak pihak mulai melihat arah perbaikan mulai dari kelas hingga kebijakan pendidikan nasional.
Nilai TKA 2025 yang jeblok bukan sekadar angka di laporan. Angka itu memberi sinyal bahwa sistem pembelajaran perlu evaluasi dan perbaikan berkelanjutan. Pemerintah, DPR RI, lembaga pendidikan, dan masyarakat kini bersatu dalam satu gagasan: memperkuat kualitas pendidikan Indonesia secara fundamental.
Jika langkah evaluasi dilakukan dengan tepat, hasil TKA tahun berikutnya berpotensi meningkat dan memberi dampak positif bagi kualitas pendidikan nasional secara menyeluruh.
Baca Juga: TKA 2025: Ketat, Teratur, dan Diawasi Langsung


