CampusNet – Kondisi rupiah yang terus merosot menjadi sorotan penting perekonomian Indonesia, tidak hanya berdampak pada biaya impor, menurunnya nilai tukar rupiah memberikan gambaran kondisi ekonomi domestik serta memengaruhi tingkat kepercayaan investor.
Akibat dari hal ini, Pakar Ekonomi Universitas Airlangga, Prof. Imron Mawardi, S.P., M.Si mengatakan faktor penyebab lemahnya rupiah bisa dilihat dari dua faktor. Keduanya yakni faktor global dan domestik.
“Ada faktor global yang cukup panas, seperti kebijakan tarif Trump yang menyebabkan ketidakpastian di pasar global. Kebijakan ini memengaruhi ekonomi dunia serta pasar keuangan yang berimbas pada penurunan nilai tukar berbagai mata ruang, rupiah juga termasuk,” jelas Prof. Imron dilansir dari laman UNAIR, Senin, (28/4/2025).
Adanya Ketidakstabilan Politik dan Ekonomi Domestik
Faktor lainnya adalah ketidakstabilan politik serta ekonomi domestik. Ini bisa dilihat dari adanya penurunan harga komoditas serta kebijakan yang tidak konsisten. Dan, ini bisa menyebabkan investor merasa ragu dan menarik investasinya. Tentu, akan ada tekanan pada nilai tukar rupiah.
Dampak dari rupiah merosot juga cukup signifikan, terkhusus bagi pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor. Sehingga, barang dan produksi dalam negeri akan meningkat dan menyebabkan terjadinya inflasi.
“Rupiah lemah, biaya impor jadi lebih mahal, terutama bahan baku industri. Dampaknya pada harga produksi, kemudian menyebabkan inflasi cost-push, yaitu inflasi yang dipicu oleh peningkatan biaya produksi,” tegasnya.
Potensi Besar Indonesia Menarik Investasi
Meski kondisi ini berdampak dalam berbagai hal, Imron masih optimis bahwa Indonesia mempunyai potensi besar untuk menarik investasi. Walaupun ada tantangan dari negara lain seperti Vietnam, Indonesia masih memiliki pasar dan daya tarik yang kuat.
Akan tetapi, Imron menambahkan, untuk lebih kompetitif perlu adanya penciptaan iklim usaha kondusif dengan pemberian insentif bagi investor asing dan menciptakan kebijakan yang lebih stabil.
Pun begitu, ada peran penting pemerintah serta Bank Indonesia (BI) sebagai upaya menjaga stabilitas rupiah. Maka dari itu, pemerintah harus mendorong ekspor dan menarik investasi asing dengan cara terstruktur. Sementara, BI perlu ada intervensi untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah jangka pendek.
“Masyarakat mempunyai peran penting dalam menjaga itu (stabilitas rupiah). Mereka bisa membantu dengan tidak panik dan tidak membeli dolar secara berlebih, juga mengutamakan produk dalam negeri dapat mengurangi ketergantungan barang impor,” ungkap Prof. Imron.
Di dalam kondisi seperti ini, kestabilan ekonomi memerlukan kerja sama antar pemerintah, pelaku usaha serta masyarakat. Adanya peningkatan ekspor, stabilitas ekonomi dan peran aktif masyarakat bisa menjadi kunci untuk mengatasi pelemahan yang terus berlanjut.
Baca Juga: Sekolah Rakyat Cara Menghidupkan Kembali Konsep Pendidikan