CampusNet – Pemerintah Indonesia tengah mempersiapkan program Sekolah Terintegrasi, sebuah konsep pendidikan baru yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Program ini disebut sebagai langkah lanjutan setelah peluncuran Sekolah Rakyat, dengan tujuan memperluas akses pendidikan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.
Sekolah Terintegrasi akan menggabungkan jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK dalam satu kawasan. Setiap sekolah dirancang dengan fasilitas lengkap, seperti laboratorium sains, bengkel vokasional, ruang seni, dan sarana olahraga, untuk memastikan pengalaman belajar yang lebih modern dan merata di seluruh daerah.
Berbeda dari Sekolah Rakyat yang ditujukan bagi keluarga miskin (desil 1–2) dan bersifat gratis penuh serta berasrama, Sekolah Terintegrasi menyasar kelompok menengah ke bawah (desil 3–6). Artinya, program ini hadir untuk membantu siswa yang tidak tergolong miskin ekstrem tetapi tetap membutuhkan dukungan pendidikan berkualitas.
Fokus pada Pemerataan Kualitas, Bukan Sekadar Akses
Jika Sekolah Rakyat menekankan aspek sosial dan pemerataan akses, maka Sekolah Terintegrasi membawa misi yang lebih teknis: pemerataan kualitas pendidikan. Pemerintah ingin memastikan bahwa setiap anak, baik di kota maupun di daerah, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di lingkungan yang kondusif dan berfasilitas setara.
Pemerintah berencana membangun Sekolah Terintegrasi di setiap kecamatan dengan cara mengonversi sekolah yang sudah ada, bukan membangun dari nol. Strategi ini diharapkan mempercepat realisasi tanpa menambah beban anggaran besar.
Namun, banyak pengamat menilai tantangan sebenarnya bukan pada bangunan, tetapi pada mutu pengajaran dan kualitas guru. Tanpa peningkatan kompetensi tenaga pendidik, kurikulum adaptif, dan sistem evaluasi yang transparan, sekolah modern bisa berakhir hanya sebagai label baru tanpa perubahan nyata.
Potensi dan Tantangan
Konsep sekolah berdasarkan kelas sosial—dari Sekolah Rakyat, Sekolah Terintegrasi, hingga Sekolah Garuda—memunculkan kekhawatiran tentang segmentasi pendidikan di Indonesia. Alih-alih menghapus kesenjangan, sistem ini bisa saja mempertegas perbedaan antar lapisan ekonomi.
Meski begitu, jika dijalankan dengan visi pemerataan yang kuat, program ini dapat menjadi jembatan antara pendidikan dasar dan menengah yang lebih inklusif dan berkesinambungan. Kuncinya terletak pada implementasi: transparansi kebijakan, pelatihan guru, dan pengawasan mutu yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Program Sekolah Terintegrasi membuka babak baru dalam pemerataan pendidikan Indonesia. Dibanding Sekolah Rakyat, sekolah ini menargetkan lapisan sosial yang berbeda, dengan pendekatan berbasis kualitas dan fasilitas terpadu.
Namun, keberhasilan konsep ini bergantung pada bagaimana pemerintah menyeimbangkan antara pemerataan fasilitas, kualitas guru, dan inklusivitas sosial. Tanpa itu, Sekolah Terintegrasi bisa menjadi inovasi yang hanya indah di atas kertas — bukan solusi nyata bagi kesenjangan pendidikan bangsa.
Baca juga: Sekolah Rakyat Cara Menghidupkan Kembali Konsep Pendidikan


