CampusNet – Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan yang menjadi dasar penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. Aturan ini mengatur formula kenaikan upah minimum dengan mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu yang pemerintah tetapkan.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli sebelumnya memastikan bahwa Presiden telah menerima regulasi tersebut sebelum menandatanganinya. Ia menyampaikan proses itu kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan.
“UMP RPP-nya sudah di meja Pak Presiden, tinggal ditandatangani. Setelah itu nanti saya umumkan,” ujar Yassierli.
Pemerintah menargetkan seluruh gubernur menetapkan UMP 2026 paling lambat 24 Desember 2025, sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut.
Rumus Baru Kenaikan Upah Minimum
Kementerian Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa rumus dasar kenaikan upah menggabungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dikalikan dengan indeks alfa pada rentang 0,5 hingga 0,9. Pemerintah merancang kebijakan ini untuk mencerminkan kondisi ekonomi dan prinsip penetapan upah yang adil.
Selain itu, PP menjelaskan peran Dewan Pengupahan Daerah yang kini lebih aktif dalam memberi rekomendasi angka UMP kepada Gubernur masing-masing provinsi. Gubernur kemudian wajib menetapkan UMP serta dapat menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Sektoral.
Serikat Buruh Tolak PP Pengupahan
Di sisi lain, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan penolakan terhadap PP Pengupahan tersebut. Presiden KSPI Said Iqbal menilai aturan baru berpotensi membuat UMP 2026 tidak naik di sejumlah daerah.
“KSPI menolak PP Pengupahan. Ini aturan yang mengikat jutaan buruh, tetapi tidak dibahas secara mendalam bersama serikat pekerja,” ujar Said Iqbal.
Ia menilai pembahasan dalam Dewan Pengupahan berlangsung sangat terbatas dan tidak mencerminkan aspirasi pekerja. KSPI juga menilai dan menyoroti penggunaan indeks yang terlalu rendah sehingga berisiko menekan kenaikan upah.
Iqbal berpendapat bahwa konsultasi substansial hanya terjadi sekali, sehingga aturan ini berpotensi mencederai prinsip kebutuhan hidup layak pekerja. Menurut KSPI, formula tersebut bisa menghasilkan kenaikan UMP di bawah kebutuhan hidup layak, terutama di daerah dengan pertumbuhan ekonomi rendah.
Tuntutan Angka Kenaikan yang Lebih Tinggi
Mengutip Tangerang News, KSPI mengusulkan beberapa opsi kenaikan UMP yang dianggap lebih adil, seperti:
- Minimal kenaikan 6,5 persen, setara atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
- Rentang kenaikan 6% – 7% untuk menjaga daya beli pekerja.
- Indeks alfa di rentang 0,7 – 0,9 yang lebih berpihak kepada pekerja.
Serikat buruh juga menyampaikan rencana menggelar aksi besar di sejumlah daerah, termasuk Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, pada 19 Desember 2025 untuk menyuarakan penolakan terhadap PP Pengupahan serta tuntutan kenaikan UMP sesuai harapan mereka.
Apa Selanjutnya?
Aturan baru ini merupakan upaya pemerintah untuk mengefektifkan penetapan upah minimum sesuai dengan dinamika ekonomi dan putusan Mahkamah Konstitusi. Namun, keberatan yang disampaikan oleh serikat buruh menunjukkan bahwa belum semua pihak sepakat arah dan substansi kebijakan ini.
Buruh meminta agar formula yang ditetapkan lebih memperhatikan kebutuhan hidup layak serta kondisi nyata pekerja di berbagai wilayah. Pemerintah dan serikat pekerja kemungkinan akan terus berdialog menjelang penetapan final UMP 2026 dalam beberapa hari ke depan.
Baca Juga: Ada Apa Obsesi Prabowo dengan Makan Gratis?


