Prabowo Turun Tangan dalam Polemik LPG: Bukti Kepemimpinan atau Kelemahan Koordinasi Kabinet?

Kelemahan Koordinasi Kabinet

CampusNet – Belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto turun tangan dalam polemik LPG bersubsidi yang menimbulkan keresahan di masyarakat. Langkah ini menuai berbagai reaksi: sebagian menilai ini sebagai bentuk kepemimpinan yang responsif, sementara yang lain melihatnya sebagai indikasi lemahnya koordinasi dalam kabinet.

Bahlil dan Kebijakan yang Tak Konsisten

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyampaikan bahwa pemerintah akan memperketat distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran. Namun, implementasi kebijakan ini menimbulkan gejolak—harga LPG naik di beberapa daerah, distribusi terganggu, dan masyarakat mengeluhkan kelangkaan.

Alih-alih memberikan solusi konkret, Bahlil tampak ragu-ragu dan akhirnya mengisyaratkan evaluasi ulang setelah kebijakan ini menuai kritik. Ketidaktegasan ini justru menambah kebingungan di masyarakat, hingga akhirnya Presiden Prabowo turun tangan untuk meredam situasi.

Prabowo Turun Tangan: Tanda Pemimpin Pro-Rakyat atau Cermin Kabinet yang Kurang Solid?

Prabowo mengambil langkah cepat dengan memastikan pemerintah akan mengevaluasi ulang kebijakan LPG dan menjamin pasokan tetap tersedia bagi masyarakat kecil. Langkah ini tentu menjadi apresiasi oleh publik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan: Mengapa presiden harus turun tangan dalam isu yang seharusnya bisa ditangani oleh menteri?

Jika kabinet berjalan efektif, seharusnya Prabowo tidak perlu turun langsung dalam masalah teknis seperti ini. Fakta bahwa ia harus mengambil alih menunjukkan kemungkinan adanya kelemahan koordinasi di internal pemerintahan. Apakah ini berarti menteri-menterinya belum solid atau tidak cukup kompeten dalam menjalankan kebijakan?

Kabinet yang Tidak Siap?

Turunnya Prabowo dalam polemik LPG bisa saja terlihat sebagai langkah cepat untuk meredam situasi, tetapi ini juga mengungkap persoalan yang lebih dalam: kabinet yang belum siap dan kurang solid.

Jika sejak awal ada koordinasi yang lebih baik, kebijakan LPG tidak akan menjadi kontroversi sebesar ini. Prabowo seharusnya bisa lebih fokus pada agenda strategis ketimbang menyelesaikan masalah yang seharusnya bisa ditangani oleh para menterinya.

Jika kondisi ini terus berulang, kabinet Prabowo bisa kehilangan kepercayaan publik lebih cepat dari yang diperkirakan. Masyarakat butuh kepemimpinan yang kuat, bukan hanya dari presiden, tetapi juga dari para menteri yang bertanggung jawab atas kebijakan di lapangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *