Situasi Banjir Sumatra, Pengungsi Hadapi ISPA dan Penyakit Kulit

CampusNet – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat hingga Selasa, 22 Desember 2025, jumlah korban meninggal akibat banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mencapai 1.106 orang. Bencana yang terjadi dalam beberapa hari terakhir itu juga menyebabkan lebih dari 500.000 warga mengungsi.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari menyampaikan data tersebut dalam konferensi pers di Jakarta. Hingga pembaruan terakhir, tim SAR gabungan masih mencari 175 orang yang dilaporkan hilang.

Lonjakan Korban Jiwa dan Dampak Sosial

Mengutip CNN Indonesia, Muhari menjelaskan bahwa jumlah korban meninggal ini merupakan hasil temuan terbaru di lapangan dan proses identifikasi oleh tim pencari korban. Dari total 1.106 jiwa korban meninggal tercatat:

  1. Aceh: 477 orang
  2. Sumatera Utara : 369 orang
  3. Sumatera Barat: 260 orang

Selain korban jiwa, bencana ini juga memicu kerusakan infrastruktur luas dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi ke posko dan tempat pengungsian sementara.

Sebagian pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan puing dan lumpur, sementara yang lain memilih mengungsi di rumah kerabat di luar daerah terdampak.

Kondisi Kesehatan di Lokasi Pengungsian

Kondisi kesehatan menjadi perhatian serius di lokasi pengungsian. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan bahwa Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan penyakit kulit menjadi dua penyakit yang paling umum diderita pengungsi.

Data per 21 Desember 2025 menunjukkan ribuan kasus ISPA dan gangguan kulit, terutama di tiga provinsi terdampak. Tenaga kesehatan dan relawan dokter telah dikerahkan untuk memperkuat layanan medis di berbagai titik pengungsian guna menangani lonjakan kasus ini.

Di wilayah Sumatera Utara, misalnya, laporan menunjukkan:

  • 10.102 kasus penyakit kulit
  • 8.758 kasus ISPA
  • 1.703 kasus diare
  • 971 kasus Influenza-Like Illness (ILI)

Kelompok paling rentan adalah bayi, balita, dan lansia yang tinggal di lokasi dengan sanitasi terbatas dan udara yang lembap pascabanjir.

Upaya Pemerintah Memperkuat Sistem Perlindungan Kesehatan

Menanggapi kondisi ini, Kemenkes RI memperluas program imunisasi dan layanan kesehatan anak di wilayah terdampak. Direktur Imunisasi Kemenkes, Indri Yogyaswari, menyatakan program imunisasi tambahan disiapkan di pos pengungsian, di area terdampak langsung bencana, dan di lokasi dengan dugaan kasus campak.

Langkah ini bertujuan mencegah merebaknya penyakit menular di tengah kondisi lingkungan yang rentan pascabanjir.

Kolaborasi Penanganan Bencana yang Terus Berlanjut

Pemerintah pusat bersama BNPB, TNI, Polri, BPBD, serta relawan terus bekerja keras untuk menyelesaikan berbagai aspek penanggulangan bencana. Fokus utama tetap pada pencarian korban, distribusi logistik, pemulihan akses jalan, serta penanganan kesehatan dan sanitasi di lokasi pengungsian.

Koordinasi antar lembaga dinilai kunci dalam mengatasi tantangan berat di lapangan, termasuk penyediaan air bersih, layanan medis, dan fasilitas penunjang lainnya.

Menuju Pemulihan dan Harapan Baru

Banjir besar di Sumatera bukan hanya tragedi numerik. Ribuan keluarga kehilangan orang yang mereka cintai, sementara ratusan ribu lainnya harus memulai kembali hidup mereka dari nol. Ancaman penyakit seperti ISPA dan gangguan kulit menjadi pengingat bahwa pemulihan pascabanjir harus melibatkan fokus kesehatan masyarakat dan rehabilitasi berkelanjutan.

Penanganan bencana yang efektif kini membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat luas agar korban dapat pulih dan daerah terdampak kembali berkembang.

Baca Juga: Banjir Meluas, Kemenkes Minta Perkuat Deteksi Dini Leptospirosis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner TikTok