Soal Jurusan SMA, Dosen Unair Sebut Pendidikan Jangka Panjang

Pendidikan Jangka Panjang

CampusNet – Akan kembali ada penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini menuai berbagai tanggapan, termasuk Guru Besar Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Prof. Dr. Tuti Budirahayu yang mengatakan sebaiknya pemerintah merancang model pendidikan jangka panjang. Sebab, penjurusan seperti ini dinilai menjadi sistem usang warisan zaman kolonial. 

Untuk itu, ia menegaskan bahwa penjurusan ini perlu dikaji ulang. Dan, pemerintah seharusnya menyusun kebijakan pendidikan yang lebih progresif serta selaras dengan perkembangan zaman, juga dengan ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya guru. 

Sistem pembelajaran ideal untuk siswa SMA seharusnya bisa fleksibel dan adaptif. Pun begitu, perlu adanya penyesuaian dalam pengembangan minat, bakat serta potensi akademik maupun non-akademik siswa, terkhusus tentang kesiapan dalam memilih jurusan nanti di tingkat perguruan tinggi. 

“Pendidikan secara jangka panjang bisa dijadikan sebagai blue print yang diikuti oleh pemerintah selanjutnya. Jangan sampai pergantian rezim, berganti menteri, kebijakan ikut berubah. Pendidikan harus punya arah jelas dan disesuaikan dengan nilai budaya dan pendidikan nasional untuk 25-50 tahun ke depan,” ujar Prof Tuti, dilansir dari laman UNAIR, Rabu, (30/4/2025). 

Sistem Pendidikan Negara Maju Tak Ada Penjurusan

Baginya, tidak ada lagi pengkotak-kotakan siswa berdasar pada beberapa jurusan. Misalnya, penjurusan sekolah di Singapura yang dibuat fleksibel dan memungkinkan siswa dapat memilih mata pelajaran dari lintas bidang. 

Selain itu, di Jepang dan Jerman, siswa lebih banyak pilihan, termasuk jalur akademik atau vokasional, serta model pendidikan dual system yang menyatukan pembelajaran sekolah dengan pelatihan kerja. 

Sementara itu, di Amerika Serikat, tidak ada sistem penjurusan formal, sehingga siswa dapat dengan bebas memilih mata pelajaran dan minat yang sesuai dengan rencana karir mereka kedepannya. 

“Dengan sistem seperti ini, apa yang dipelajari siswa ketika di SMA akan lebih relevan dengan bidang yang ingin mereka dalami di perguruan tinggi,” ungkapnya. 

Penjurusan Lama Menutup Peluang Siswa

Adapun, terkait wacana penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai alat validasi nilai rapor dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Prof Tuti menyatakan tidak keberatan. Selama, TKA bisa mengukur potensi secara valid. 

Di sisi lain, ia justru menyoroti adanya realitas bahwa sistem penjurusan seringkali menutup peluang siswa untuk berkembang secara utuh. “Siswa banyak dipaksa masuk jurusan IPA dianggap superior, padahal minat dan potensinya tidak di situ. Akhirnya masuk perguruan tinggi, tidak mengambil jurusan yang sesuai,” kata dia. 

Lebih jauh, Prof Tuti memberikan penekanan soal pentingnya reformasi pendidikan jangka panjang yang mendalam, bak peluncuran program “Sekolah Rakyat” yang justru dinilai berpotensi akan mengorbankan sekolah-sekolah dengan keterbatasan fasilitas. 

“Jangan membuat kebijakan tumpang tindih, tidak mengakar serta tidak pada atas kajian data yang menyeluruh, pemerintah harus berani untuk lebih berinovasi,” tandasnya. 

Baca Juga: Jurusan Kurang diminati, Padahal Prospek Kerjanya Menjanjikan!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *