CampusNet – Belakangan ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya berita tentang Efisiensi Anggaran yang akan dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan efisiensi belanja negara sebesar Rp306,69 triliun. Langkah ini bertujuan untuk mengalokasikan dana bagi program prioritas, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan pendanaan signifikan.
Meskipun demikian, Pemerintah menegaskan bahwa efisiensi ini tidak akan mempengaruhi operasional dasar dan pelayanan publik. Namun kekhawatiran tetap muncul di kalangan masyarakat. Di sisi lain, Pemangkasan anggaran di bidang pendidikan juga menimbulkan kekhawatiran terhadap kualitas pendidikan dan kemampuan riset nasional.
Pemerintah menegaskan bahwa efisiensi anggaran tidak akan mengorbankan kualitas pendidikan. Namun pada kenyataannya hal ini dapat menghambat pengembangan kompetensi guru, riset akademik, dan inovasi pendidikan serta akan berdampak negatif pada kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Selain itu, efisiensi anggaran juga berpengaruh terhadap fasilitas pendidikan dan bantuan operasional sekolah (BOS). Sekolah-sekolah yang mengandalkan BOS bisa kesulitan untuk menyediakan sarana belajar yang memadai. Bahkan, program bantuan pendidikan tinggi seperti beasiswa bagi mahasiswa berprestasi dan kurang mampu terancam akan dikurangi.
Dampak Efisiensi Anggaran
Akibat atau dampaknya yang membuat ribuan mahasiswa turun ke jalanan dan menggelar aksi protes bertajuk “Indonesia Gelap” di berbagai kota. Indonesia gelap dapat dimaknai sebagai rasa khawatir masyarakat akan masa depan Indonesia. Mereka khawatir bahwa pengurangan anggaran akan berdampak pada sektor pendidikan dan kesejahteraan masyarakat luas lainnya.
Sebenarnya, Efisiensi anggaran ini penting untuk dilakukan untuk menjaga stabilitas pengeluaran. Namun anggaran pendidikan harus tetap menjadi prioritas. Jika kualitas pendidikan menurun, generasi mendatang bisa kehilangan daya saing. Alih-alih menuju Indonesia Emas 2045, negara justru menghadapi potensi krisis pendidikan yang semakin memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
Baca juga: Efisiensi Anggaran Pendidikan: Solusi atau Masalah Baru?