CampusNet – Wacana feminisme sosialis saat ini memandang media sebagai instrumen utama dalam menyampaikan stereotipe, ide patriarkal dan nilai-nilai hegemoni mengenai perempuan dan feminitas.
Representasi tubuh perempuan ragam iklan telah menjadi produk komoditas
Citra perempuan dalam iklan semakin mengukuhkan bahwa dunia perempuan tengah mengalami represi dalam realitas yang sudah terjadi dengan sendirinya.
Menurut obrolan ini, media menampilkan kapitalisme dan skema patriarki yang menjadi sistem yang paling menarik untuk ajang konsumerisme.
Persepsi tentang tubuh perempuan dalam kebudayaan konsumen didominasi oleh meluasnya dandanan untuk citra visual; yakni logika kebudayaan konsumen akan nilai sebuah citra.
Citra membuat orang lebih sadar akan penampilan luar.
Sebab, serangkaian pencitraan tentang keindahan, keanggunan dan kecantikan yang tiada tandingannya merupakan strategi yang paling mudah dalam teks-teks pada iklan.
Teks-teks iklan yang bertutur tentang kecantikan perempuan semuanya menunjukkan betapa kecantikan memiliki peran dan arti sangat penting bagi perempuan sendiri.
Berarti, keberadaan perempuan oleh wilayah sosialitas akan berarti apabila mempunyai modal kemolekan tubuh yang membuat kalangan wanita sendiri harus mengalami keterpukauan.
Perempuan ibarat sebagai sosok yang sangat memuja arti dan nilai kecantikan
Wendy Chapkins menjelaskan bahwa kecantikan merupakan politik penampilan yang tidak terbatas pada segi psikologi dan sensibilitas estetik dari perempuan dan laki-laki secara individual.
Akan tetapi, kecantikan telah menjadi mesin kebudayaan yang melibatkan industri media dan mempengaruhi konstruksi global. Sehingga, perempuan wajib mencapai standar normative kecantikan yang justru membuat mereka ter-engah-engah.
Bila disimak lebih jauh, daya tarik seksual dalam periklanan sendiri terdapat tiga bentuk, yakni: nuditas, bahasa tubuh dan kata-kata yang menjurus kearah seksualitas.
Simbol-simbol itu semata-mata melekat pada aktivitas erotisme sensual. Dalam masyarakat komoditas, kecantikan dan ketampanan adalah komoditas yang berharga.
Sensualitas tubuh perempuan seringkali tampil dengan bentuk fragmen tubuh sebagai penanda (signifier) dengan berbagai posisi dan pose, serta dengan berbagai asumsi makna.
Fitur tubuh perempuan ditempatkan ke dalam sistem tanda dalam ekonomi kapitalisme
Eksistensi perempuan dalam wacana ekonomi politik dunia komoditas telah mengangkat paling tidak tiga persoalan, yakni tubuh, tanda dan hasrat.
Artinya penggunaan tubuh dan representasi tubuh yang ada dalam iklan tidak saja menyangkut relasi ekonomi tetapi juga relasi ideologi.
Persoalan inilah yang terabaikan; bahwa iklan sebagai pencipta common sense, membentuk kebutuhan, nilai-nilai bahkan ideologi. Sehingga, pada gilirannya akan menjadikan masyarakat memandang tubuh perempuan sebagai komoditi semata.
Perempuan pada tataran hakikinya telah menjadi korban sesuai tuntutan produksi industri.Ketika wacana iklan sebagai salah satu alat profit komoditas.
Terlampau jauh menyinggung sensitivitas ketidakadilan gender. Maka ketika itu pula perempuan sebagai manusia sudah sedemikian jauh tereduksi harkatnya. Kerap kali menjadi termarginalkan keberadaannya.