CampusNet – Kebebasan berekspresi dan demokrasi dibungkam dengan ramainya perbincangan tentang penangkapan mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, pembuat meme Prabowo-Jokowi. Bareskrim Polri melakukan penangkapan dengan landasan UU ITE pada tanggal 6 Mei 2025 tanpa surat pemanggilan sebelumnya.
Kebebasan Berekspresi Disorot, Aparat Miliki Standar Ganda
Meme politik tersebut diunggah oleh akun @reiayanyami pada bulan Maret 2025 silam dan mengundang kontroversi di media sosial. Pasalnya, mahasiswi berinisial SSS mengunggah foto dari AI yang menggambarkan Presiden RI, Prabowo Subianto, dan Joko Widodo sedang berciuman. Unggahan tersebut menjadi serius dan menuju ranah hukum karena dugaan penghinaan terhadap Presiden RI dan mantan Presiden RI ke-7.
Sigapnya sikap aparat atas unggahan ini seolah menunjukkan bahwa kebebasan berpendapat yang menyentil pemerintah jauh lebih ‘mengancam’ dan kriminal. Dibandingkan kasus lain yang lebih merugikan banyak orang, seperti kasus korupsi yang lamban ditangani. Hal ini menjadi dilema karena aparat seolah memiliki standar ganda dalam menangani isu tertentu.
Keintiman Presiden RI dan Mantan Presiden RI
Dalam konteksnya, pada saat itu ramai isu politik mengenai hubungan Prabowo dan Jokowi yang sangat intim. Keintiman mereka merasuk ke kekuasaan politik hingga membuat publik geram karena soroti Jokowi yang masih ikut campur pada pemerintahan saat ini. Sedangkan, Jokowi saat ini sudah tidak lagu menjabat sebagai kepala negara RI menciptakan tanda tanya besar mengenai kedekatan dengan Prabowo Subianto saat ini.
Pakar Nilai Penangkapan Mahasiswi ITB Berlebihan
Banyak pakar turut kontra terhadap perlakuan aparat yang menangkap mahasiswi ITB ini. Mereka menilai pengunggahan konten tersebut masih masuk ke dalam hak menyatakan pendapat dan kebebasan berekspresi sebagai bentuk Hak Asasi Manusia. Hak-hak sipil pun seolah terenggut dengan adanya kejadian ini.
Terlebih, posisi SSS yang masih berkuliah menambah anggapan bahwa penangkapan ini bersifat berlebihan. Seperti yang kita tahu, kebebasan berpendapat harus sejalan dengan tanggung jawab. Oleh sebab itu, kasus SSS atau mahasiswi ITB ini lebih bijak jika direspons dengan pembinaan sehingga aspirasinya dapat lebih dipertanggungjawabkan di kemudian hari.
Penangguhan Penahanan dan Respons Kampus atas Kasus Meme Politik
Saat ini, Bareskrim Polri telah menangguhkan penahanan SSS karena alasan masih berstatus mahasiswa dan harus meneruskan pendidikannya.
Pernyataan ITB di situs resminya menyebut, orang tua mahasiswi tersebut telah meminta maaf pada Jumat, 9 Mei 2025. ITB juga menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi pula dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM) terkait kasus ini.
Kasus penangkapan mahasiswi ITB ini kembali mengingatkan kita bahwa kebebasan berekspresi masih dan semakin menghadapi tantangan serius di Indonesia. Alih-alih pendekatan represif, ruang kritik seharusnya dijaga dan diarahkan dengan bijak, bukan malah dibungkam.
Baca juga: Tidak Lagi Menjadi Apatis, Jadilah Mahasiswa Yang Melek Politik!