CampusNet – Makan gratis menjadi salah satu janji politik yang gencar oleh Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan. Program ini, yang bertujuan memberikan makanan gratis di sekolah dan fasilitas umum, menarik perhatian masyarakat. Namun, di balik janji tersebut, muncul berbagai pertanyaan: Apa motif di balik obsesi Prabowo terhadap makan gratis? Apakah ini solusi efektif atau sekadar strategi politik untuk meraih simpati?
Janji Politik yang Menggoda
Prabowo menawarkan program makan gratis sebagai bagian dari upaya menanggulangi masalah gizi buruk dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan memberikan makanan gratis di sekolah, ia berharap dapat menarik minat anak-anak untuk belajar dan meningkatkan kesehatan mereka. Ide ini bukanlah hal baru; beberapa negara telah menerapkan program serupa dengan hasil beragam.
Namun, janji ini menimbulkan keraguan terkait sumber pendanaan dan pelaksanaannya. Indonesia memiliki populasi siswa yang besar, dan anggaran untuk mendukung program ini yang perkiraannya mencapai triliunan rupiah. Apakah APBN mampu menanggung beban sebesar itu tanpa mengorbankan sektor penting lainnya?
Dinamika Anggaran dan Risiko Pemborosan
Implementasi makan gratis membutuhkan pengawasan ketat agar tidak terjadi penyelewengan dana. Dalam beberapa kasus, program bantuan sosial di Indonesia pernah menjadi lahan korupsi. Tanpa pengawasan yang efektif, dana besar ini bisa saja menguap di tengah jalan.
Selain itu, prioritas anggaran negara perlu pertimbangan secara matang. Makan gratis memang penting, tetapi bagaimana dengan infrastruktur pendidikan, kualitas pengajaran, dan kebutuhan mendesak lainnya? Pemerintah harus memastikan program ini tidak menjadi proyek jangka pendek yang hanya mengejar popularitas.
Makan Gratis: Solusi atau Sekadar Gimmick Politik?
Janji makan gratis Prabowo bisa dari dua sudut pandang. Di satu sisi, program ini menunjukkan perhatian terhadap masalah gizi dan pendidikan anak. Di sisi lain, skeptisisme publik muncul karena janji-janji serupa kerap menjadi alat kampanye yang sulit diwujudkan sepenuhnya.
Prabowo harus mampu menjelaskan secara rinci bagaimana program ini akan dijalankan, mulai dari sumber dana hingga mekanisme distribusinya. Tanpa kejelasan ini, janji makan gratis bisa dianggap sebagai retorika belaka yang sulit diwujudkan.
Obsesi Prabowo terhadap makan gratis bisa menjadi langkah positif jika disertai perencanaan matang dan pengawasan ketat. Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa program ini tidak mengorbankan sektor lain yang tak kalah penting. Masyarakat, di sisi lain, perlu kritis dalam menilai janji-janji politik dan menuntut akuntabilitas dari para pemimpin yang terpilih.
Makan gratis bukan sekadar soal kenyang sesaat, melainkan investasi jangka panjang untuk generasi masa depan. Apakah Prabowo mampu mewujudkannya? Waktu akan menjawab.