CampusNet – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Saintek) baru-baru ini mengajukan permintaan peningkatan literasi sains di kalangan masyarakat. Langkah ini tentu sangat penting mengingat era digital yang semakin menuntut pemahaman ilmiah dalam berbagai aspek kehidupan. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: bagaimana bisa meningkatkan literasi sains jika efisiensi pendidikan justru terus dipangkas?
Pendidikan yang Tidak Konsisten
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan pendidikan di Indonesia sering berubah tanpa ada perencanaan jangka panjang yang matang. Pemotongan anggaran pendidikan, perubahan kurikulum yang sporadis, serta minimnya perhatian terhadap kualitas pengajaran menjadi bukti nyata bahwa sektor ini belum mendapat perhatian maksimal. Sementara pendorongan peningkatan literasi sains, banyak sekolah dan perguruan tinggi justru mengalami keterbatasan fasilitas, tenaga pengajar, dan akses terhadap sumber belajar yang memadai.
Efisiensi Pendidikan yang Berkurang
Pemotongan anggaran pendidikan berdampak langsung pada kualitas pembelajaran, terutama dalam bidang sains dan teknologi. Laboratorium yang minim peralatan, kurangnya eksperimen langsung bagi siswa, hingga keterbatasan akses ke jurnal ilmiah membuat pembelajaran sains di Indonesia cenderung teoretis dan kurang aplikatif. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka literasi sains akan sulit tercapai.
Selain itu, perubahan kebijakan seperti pemangkasan jam pelajaran sains di sekolah dan minimnya integrasi sains dalam kurikulum nasional semakin memperburuk keadaan. Alih-alih memberikan solusi konkret, kebijakan yang tidak sinkron antara pemangku kepentingan justru memperlebar jurang antara tujuan dan realita di lapangan.
Literasi Sains Butuh Komitmen Nyata
Jika pemerintah serius ingin meningkatkan literasi sains, maka langkah-langkah strategis perlu ada, di antaranya:
- Mengalokasikan anggaran pendidikan yang cukup, terutama untuk pembelajaran sains dan teknologi.
- Meningkatkan kualitas pengajaran, termasuk pelatihan bagi guru dan dosen agar lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
- Memfasilitasi riset dan eksperimen, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, agar pembelajaran tidak hanya berbasis teori.
- Memastikan akses ke sumber belajar yang memadai, seperti jurnal ilmiah, laboratorium modern, dan program pendidikan berbasis teknologi.
Tanpa adanya perbaikan dalam aspek efisiensi pendidikan, permintaan Ditjen Saintek terkait literasi sains akan tetap menjadi wacana kosong yang sulit ter-realisasikan. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan pendidikan tidak hanya sekadar target administratif, tetapi benar-benar memberikan dampak nyata bagi kemajuan sains dan teknologi di Indonesia.