Ramai-ramai Kampus Asing Buka di RI, Ini Kata Pakar

CampusNet – Sejak beberapa tahun ke belakang, banyak kampus asing buka di RI (Republik Indonesia). Merespon hal ini, pakar UI menilai ada potensi persaingan dengan perguruan tinggi negeri (PTN) hingga terjadi potensi devisa kabur.

Dari permasalahan ini, Plh Direktur Humas Media, Pemerintah dan Internasional UI, Emir Chairullah mengatakan bahwa sebagai kampus lokal, perlu untuk mewaspadai kedatangan kampus asing ke Indonesia.

Sebab, mau tidak mau, pasarnya orang Indonesia akan teralihkan dengan kampus-kampus luar negeri yang mendirikan tempat untuk berkuliah disini. Terlebih, dengen pendanaan yang dirasa Emir cukup kuat, kampus luar negeri di Indonesia akan menjadi pilihan maupun pertimbangan bagi orang-orang yang berduit.

Pernyataan ini disampaikan Emir kala berbincang bersama forum wartawan pendidikan di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, (12/6/2025), beberapa hari yang lalu.

Ada Potensi Persaingan hingga Devisa Kabur

“Sementara, UI tidak mau kan menghadapi kampus ini, nggak mungkin dibilang itu bukan ancaman, tapi juga nggak mungkin melarang mereka untuk berusaha di sini. Tapi, kan yang paling mungkin dengan keterbatasan support dari pemerintah juga, kita mau tidak mau harus bisa bersaing,” urainya.

Tidak hanya itu, ada pula potensi devisa kabur ke luar negeri seiring dengan didirikannya kampus asing buka di RI. Salah satu jurus yang dilakukan UI menghadapi ini ialah kolaborasi bersama kampus asing untuk membuka program double degree.

Program ini memberikan kemungkinan untuk mahasiswa berkuliah di kampus UI, kemudian setelah setengah masa perkuliahan, mahasiswa akan berkuliah di luar negeri dengan universitas asing yang berkolaborasi dengan UI.

“Mungkin dalam waktu dekat, yang sudah UI lakukan itu seperti kolaborasi sama membuat double degree, supaya nggak semua devisa langsung ke kampus-kampus asing itu. Kalau masuk sana (universitas asing di Indonesia) otomatis devisanya lari ke kampus asing itu. Sementara dalam konteks tenaga pengajar, sepertinya UI atau UGM atau ITB nggak kalah amatlah,” tutur Emir.

Sebagai dosen dan akademisi, sekaligus mantan jurnalis, Emir pernah menempuh studi di kampus asing pada jenjang S2 di University of Auckland, Selandia Baru dan S3 di University of Queensland, Australia.

“Saya pernah merasakan kuliah di luar, kualitas mereka itu nggak jauh-jauh amat dari kita. Hanya mungkin fasilitas kita yang mungkin agak kepayahan saat ini ya. Mungkin dengan cara saat ini, dengan cara kolaborasi itu bisa nggak semuanya (devisa) lari ke luar,” tambahnya.

Adanya kampus asing juga memaksa bahwa kampus lokal harus bisa untuk lebih bersaing lagi. Jika tidak, kampus lokal akan tertinggal dengan kehadiran kampus-kampus asing tersebut.

“Apalagi, misalnya ini ada bentar lagi pengumuman QS kan, University Ranking begitu, itu ya sangat berdampak bagaimana kampus lokal itu mau dihargai sama lokalnya sendiri. Karena, kalau kita nggak bisa bersaing ya dengan kampus asing itu masuk ya kita bakal ketinggalan,” ujarnya.

Perlu Dukungan Negara untuk PTN

Kondisi persaingan akibat kampus asing buka di RI seperti yang dipaparkan, negara harus hadir agar PTN tetap bisa bersaing dengan kampus asing. PTN tak bisa hanya bergantung pada uang kuliah tunggal (UKT) untuk hidup, tapi lebih dari itu, harus bisa kreatif berinovasi sehingga bisa menghidupi dirinya.

“Situasi berat sekarang, jika hanya mengandalkan UKT atau SPP, itu sudah tidak bisa hidup kampus. Maka dari itu, mungkin ada yang bilang komersialisasi, sebenarnya tidak juga. Tidak komersialisasi juga karena ada yang reguler kan tetap berlaku. Tidak diabaikan begitu. Cuman kan kampus harus mampu untuk berinovasi,” jelasnya.

Kampus Asing di RI Menerima Dana Pemerintah

Seperti halnya kampus Ivy League di Amerika Serikat (AS), Harvard University yang mana itu adalah kampus swasta. Tapi, Harvard masih menerima bantuan pemerintah AS meskipun swasta.

“Kampus luar juga begitu, kecuali sudah kayak Harvard, tapi kemarin kelihatannya Harvard juga dipotong uangnya sama Donald Trump, menjerit juga. Ternyata ada subsidi pemerintah, saya pikir dia murni dana swasta, ternyata ada dana pemerintah disitu. Sehingga memang intinya negara harus hadir, tidak bisa cuma menyerahkan semuanya ke kampus untuk mencari duit sendiri. Berat,” jelas Emir.

Emir kembali mencontohkan, yakni Tsinghua University di China. Pada QS World University Ranking 2024, Tsinghua University ada pada urutan 20 kampus paling top dunia. Pencapaian itu, bagi Emir, adalah hasil campur tangan China yang berinvestasi dalam bidang pendidikan.

“Tsinghua kampus itu bisa sampai 20 besar dunia. Itu negara yang investasi. Bukannya kampus suruh berlari sendiri. Tapi ya walaupun dapat mungkin tidak semasif dana dari negara, dan negara investasi di situ. Tidak bisa cuma bilang kampus harus berinovasi secara keuangan. UKT dilarang naik, soal UKT kemudian tidak bisa. Tapi kemudian negaranya tidak mau ikutan dalam ngasih investasi,” paparnya.

Presiden Prabowo Dorong Peningkatan Jumlah Pelajar di Kampus Asing

Sebelumnya, Presiden Prabowo menerima Utusan Khusus Perdana Menteri Inggris Urusan Pendidikan Prof. Sir Steve smith dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia Dominic Jerney di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Jumat, (30/5/2025) lalu saat libur panjang akhir pekan. Diterima pula, perwakilan dari Russel Group, jaringan dari 24 universitas di Inggris Raya.

“Hadir pula dalam pertemuan tersebut di antaranya Bapak Prof Helen Bailey dari Queen Mary University of London, Bapak Prof. Funmi Olonisakin dari King’s College London, Bapak Prof Tariq Ali dari University of Liverpool dan British Council Country Director untuk Indonesia, Bapak Summer Xia,” ura Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya, dilansir dari laman Setkab.

“Beberapa kampus terbaik di Inggris Raya sangat tertarik untuk mendirikan kampusnya di Indonesia,” ujar Seskab Teddy. Presiden Prabowo juga mendorong peningkatan jumlah pelajar Indonesia yang dapat mengakses pendidikan di perguruan tinggi unggulan Inggris.

“Baik itu langsung di Inggris atau di kampus asing yang di Indonesia,” lanjut dia.

Baca Juga: Social Policy and Practice, Temukan di Kampus Lain Selain UPenn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *